Ketika periodisasi bahasa gaul dipetakan dalam infografik jadilah sajian menarik. Sayang tak beredar luas secara gratis.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Infografik pemetaan periode bahasa gaul

Internet dengan media sosial dan mesin pencari menjadikan pencarian arti kata yang kita dengar dalam obrolan lebih mudah. Misalnya kata “sange”. Belasan tahun silam ketika abreviasi PDA muncul, padahal medsos belum rimbun, saya masih mengira itu personal digital assistant. Ternyata singkatan public display of affection.

Menyimak infografik sehalaman koran Kompas Minggu kemarin (22/10/2023) benak saya terbantu untuk memetakan periodisasi bahasa gaul. Infografik macam ini butuh riset, antara lain dari buku, lalu penulis teks dalam desain juga mesti seorang penulis wara (copywriter) yang genah, tahu kapan berbahasa ala medsos dan kapan menulis dalam bahasa jurnalistik yang pas sesuai alasan komunikasi.

Infografik pemetaan periode bahasa gaul

Ehm, bahasa gaul. Istilah “gaul” — tanpa awalan “ber” maupun apitan imbuhan “per” dan “an” — saya dengar awal 1990-an. Misalnya, “Orangnya lumayan gaul.” Di dalamnya tak hanya terkandung derajat sosiabilitas tetapi juga daya adaptasi terhadap hal baru.

Adapun abal-abal setahu saya dari bahasa Betawi, namun pada akhir 1980-an menjadi sebutan untuk narapidana tanpa daya, tak punya duit maupun beking, dalam penjara.

Infografik pemetaan periode bahasa gaul

Lalu dari mana dahulu, sebelum ada internet, orang mengerti bahasa gaul langgam Jakarta? Novel pop, cerpen, dan radio — termasuk percakapan dalam radio komunikasi.

Sebelum menjadi novel apalagi film, bahasa preman atau prokem Jakarta dipopulerkan oleh Teguh Esha (1947—2021) melalui serial anak muda urban Ali Topan dan Gavaert dalam majalah Stop, awal 1970-an, dengan ilustrasi oleh Jan Mintaraga.

Ketika menjadi novel Ali Topan Anak Jalanan tesertakanlah sisipan glosarium. Anak-anak “daerah” (= luar Jakarta) bangga kalau paham bahasa Jakarta — tetapi tidak sebaliknya, misalnya anak Jakarta tak perlu paham bahasa gali (gabungan anak liar) Semarang maupun Jogja.

Infografik pemetaan periode bahasa gaul

Bahasa yang hidup adalah yang tumbuh, di dalamnya ada proses tarik menarik dalam menyerap. Tentu hal itu tak hanya berlaku untuk dunia pergaulan tetapi juga dalam ranah politik karena bahasa bisa menjadi bagian dari kuasa. Maka Hersri Setiawan, bekas tahanan politik di Pulau Buru, dalam Kamus Gestok memuat kata “ciduk” yang berarti pencokokan seseorang oleh aparat keamanan. Setengah abad kemudian istilah itu menjadi “cyduk” dan “tercyduk” dalam arti tepergok maupun tertangkap basah: caught in act atau be caught in the act.

Kalau hoax atau hoaks sejak kapan masuk ke dalam percakapan? Sejak zaman awal milis dan awal Blog, awal 2000-an, sehingga ada ungkapan “tanpa gambar berarti hoax“. Setelah internet ponsel dan aplikasi perpesanan merasuk, hoaks justru lebih mangkus jika disertai gambar.

Infografik pemetaan periode bahasa gaul

Ciduk jebol dan Pak Harto berinternet

Ngehe, kehed…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *