Seseorang menanya saya perihal film porno Indonesia dan sutradaranya yang tempo hari jadi berita. Saya bilang lupa kanalnya di YouTube, dan belum melongok karena yakin di YouTube tak mungkin ada film dewasa tanpa batasan usia penonton. Akhirnya saya ingat, Detik X pernah melaporkan. Lalu saya kirimkan tautan berita itu.
Saya kemudian menengok kanal Kelas Bintang yang menghebohkan itu. Cuma sekilas, isinya orang hahahihi dan promosi judi daring.
Bagi saya lebih menarik kupasan Detik. Pertama, proses produksi sarat eksploitasi jika merujuk pemeran dan polisi. Kedua, sebetulnya jamak dalam industri hiburan dewasa nan eksplisit: honor artis lebih tinggi daripada aktor.
Selebihnya saya tak tahu bagaimana bisnis hiburan dewasa setelah ada disrupsi. Para penampil bisa bekerja tanpa tergantung rumah produksi karena mereka membuat sendiri dan memonetisasi melalui pelantar yang tepat. Di dalamnya sudah mengandung gerbang pembayaran.
Teknologi digital memberikan banyak kemudahan. Entahlah soal pajak di negeri asal penampil, termasuk Indonesia, pada sebuah pelantar global. Sama seperti keentahan pemungutan pajak terhadap pelaku VCS dan Open BO yang bekerja mandiri dan mempromosikan diri melalui media sosial.
Menkeu Sri Mulyani dalam kanal Deddy Corbuzier pernah bergurau, para pemain itu tak menyetorkan pajak. Lha kalau mereka dipajaki berarti harus dilegalisasi dulu, dan pembayarannya terintegrasi dengan pelantar medsos.
Tentu rumah produksi dan kanal distribusi cara lama masih bertahan. Roda promosi industralnya masih berputar. Buktinya AVN sudah mengumumkan AVN Show dan AVN Awards, Januari 2024.
Industri? Memang. Ada proses produksinya dan ekosistem pendukungnya selayaknya sektor hiburan lainnya. Mereka yang dilibatkan tak tanya pria tetapi juga perempuan. Apapun kelaminnya, juru rias sektor ini pasti hebat karena bisa mengatur tata rias tak berantakan. Tentu si penampil juga pintar menjaga riasan.
Kembali ke Kelas Bintang, kejam amat ya dalam membayar penampil. Setelah terpakai untuk biaya transportasi di Jabodetabek, apakah honor Rp1 juta cukup?
¬ Tentang bisnis hiburan dewasa sila baca The Sun (Juni 2023) dan Celebrity Net Worth (Mei, 2023)
2 Comments
Tentang romusa artis porno, ini arsip 12 tahun lalu (2011)
https://news.republika.co.id/berita/lk75z6/waduh-ada-industri-hiburan-yang-eksploitasi-perempuan-sebagai-artis-porno
Menyedihkan.
Sebelumnya lagi ada mbakyunya artis jatuh ke mafia hiburan di Jepang, mungkin sebangsa Yakuza, menjadikan penampil cabul semacam striptis dan pekerja keras seks. Orang Kelapa Gading. Kasus 1990-an.