Menyebutkan angka dalam bahasa Jawa

Saya masih membatin angka dalam bahasa Jawa. Saya tak tahu bagaimana orang modern urban Sunda, Minang, Bugis, Bali...

▒ Lama baca 2 menit

Menyebutkan angka dalam bahasa Jawa

Judul saya mestinya lengkap: menyebutkan angka, nomor, dan bilangan… Baiklah. Langsung ke pokok soal. Maka untuk sementara saya akui bahwa kadang saya masih menghitung dengan membatin maupun menggumam: “siji, loro, telu, papat…”. Sering kali saya singkat “ji, ro, lu, pat…”

Itu tadi bahasa Jawa, bahasa ibu bagi saya — tentu bagi orang lain, bahasa ibu tak mesti berarti bahasa kesukuan tertentu. Arti hitungan yang saya sebutkan itu satu, dua, tiga, empat. Ada residu kental yang sulit terkerik dalam diri saya karena penyebutan angka termasuk kata yang saya kenal sejak dini sebelum dapat membaca.

Namun saya mencoba merenung dan mengingat, tampaknya sepuluh tahun terakhir kejawaan dalam angka mulai berkurang karena berbagi kesempatan dengan bahasa Indonesia.

Ehm, sulit untuk jujur terhadap diri sendiri, tanpa bukti rekaman auditif hasil pengoperasian peranti yang tak saya sadari.

Saya tidak tahu bagaimana para eksil diaspora, yang selama Orde Baru tak dapat kembali tanah air, itu membatin angka. Ada yang berpindah dari negeri ke negeri dengan bahasa berlainan, padahal kontak dengan sesama orang Indonesia tak luas. Apakah bahasa ibu mereka, terutama bahasa kesukuan, masih mendekam kuat dalam diri padahal tak pernah terucapkan dalam keseharian? Bukan hanya dalam menyebut angka tetapi juga saat mengaduh dan kaget.

Soal lamunan tentang bahasa untuk menyebut angka muncul saat saya mendengarkan beberapa stasiun radio berbahasa Jawa. Belakangan saya memang menyetel pengaliran radio berbahasa Jawa. Antara lain untuk kembali belajar berbahasa Jawa.

Hasil amatan acak terdapat keragaman dalam arti inkonsistensi, misalnya dalam identitas auditif stasiun dan iklan. Istilah inkonsistensi berbau penghakiman, padahal itu adalah potret keseharian orang Jawa modern: saat berbicara dalam bahasa Jawa tak mungkin seratus persen Jawa. Lirik lagu-lagu campursari mengabadikan hal itu.

Berikut ini contoh siaran pagi radio Swara Koncotani, Yogyakarta.

@gendulbotol
Penyiar radio menyebut frekuensi stasiun, jam, tanggal, dan nomor telepon dalam bahasa Jawa krama karena memang siarannya dalam bahasa Jawa gaya Jogja

♬ suara asli – Antemono Tempilingen

Kemudian bandingkan dengan dua mata siaran radio lain, Swara Kenanga, juga di Yogyakarta.

@gendulbotol
Cara menyebutkan angka dalam siaran bahasa Jawa di sebuah stasiun radio, Yogyakarta

♬ suara asli – Antemono Tempilingen

Lalu silakan simak iklan dispenser dalam bahasa Jawa untuk radio di Yogyakarta. Apa yang wajar dalam keseharian kita menjadi menarik setelah diarsipkan. Saya lupa bagaimana gaya iklan berbahasa Jawa di radio tiga puluh tahun silam.

@gendulbotol
Cara menyebutkan alamat dalam iklan berbahasa Jawa bisa campuran: bahasa Jawa dan bahasa Indonesia

♬ suara asli – Antemono Tempilingen


Tentu pada setiap orang, soal penyebutan angka, nomor, dan bilangan ini berbeda. Pada diri saya kini, yang masih berlangsung saat berbicara dalam bahasa Jawa antara lain:

  • Untuk nomor telepon dan alamat bangunan, termasuk alamat rumah saya, saya berbahasa Indonesia
  • Untuk harga, saya cenderung berbahasa Jawa, misalnya “limang yuta” dan “limang juta”
  • Idem untuk satuan ukuran, misalnya “pitung kilometer” dan “sewelas ton”
  • Untuk ranah elektronik dan digital bisa gonta-ganti, misalnya frekuensi stasiun radio “satu kosong tiga poin lapan èf èm”, lalu kapasitas memori “dua tera” dan “rong tera”
  • Untuk nama dan gelar dengan urutan juga sama; misalnya ngoko saya menyebut “Ha Bé Sanga”, namun saat berkrama inggil saya menyebut di depan dengan memilih “Hamengku Buwana ingkang Kaping Sanga”
  • Untuk RT dan RW kadang dengan angka dalam bahasa Jawa dan kadang dalam bahasa Indonesia
  • Untuk angka tahun saya berbahasa Indonesia
  • Untuk jam saya berbahasa Jawa, dari “jam telu seprapat” sampai “limang menit”

Saya nyaman dengan itu semua. Sejauh ini tak mengganggu interaksi dengan sesama orang Jawa yang masih dapat berbahasa Jawa.

Lalu kenapa saya tulis? Iseng saja. Siapa tahu orang lain punya cara yang berbeda dalam berbahasa Jawa. Saya tak tahu bagaimana orang Sunda, Batak, Minang, Bugis, Bali, Toraja, hingga Amungme mengucapkan angka, nomor, dan bilangan saat bercakap-cakap dalam bahasa mereka.

Soal lain, saat membaca angka bukan berupa huruf dalam teks berbahasa Inggris, saya membacanya dalam bahasa Indonesia. Misalnya “empat puluh mil” dan “seratus koma sekian juta dollar”. Bukan masalah karena hanya saya batin atau saya obrolkan dengan sesama orang Indonesia.

¬ Gambar praolah: Unsplash

Ibu membunuh bahasa ibu

Kaca spion Denny Caknan

Infografik tentang rabies dalam bahasa Jawa

104 tahun Gesang di Panjebar Semangat

6 Comments

devie Kamis 27 Juli 2023 ~ 14.49 Reply

makane nyenengke lak konco pabrik podo etanane. jagongane isok roaming 3 boso. inggris indo jowoan.

ayo do jowoan lak tuku penyetan.

Pemilik Blog Kamis 27 Juli 2023 ~ 16.37 Reply

Lha ya kesian yang bukan orang Jawa 🤫🙏

Di sebuah kota di LN, sebagian mahasiswa tugas belajar yang rapat ada suka bicara dalam bhs Jawa. Mahasiswa Minang, Batak dan lainnya komen, “Kayak di Pasar Bringarjo aja.”

srinurillaf Kamis 27 Juli 2023 ~ 08.26 Reply

Dulu belom ngerti angka di atas 20, jadinya kalau bilang rong puloh siji, rong puloh loro, rong puloh telu dan seterusnya. 😅

🤔 sudah lama juga ya saya gak ngucapin angka dalam bahasa Jawa

Pemilik Blog Kamis 27 Juli 2023 ~ 10.11 Reply

Rong puluh loro 🤣

Bahasa ibu kalau tak ada kesempatan menggunakannya ya kita akan lupa. Kalo saya masih di Jateng atau DIY mungkin masih kaya kosakata saya.

Kalo soal dialek, saya Jawa banget 🤣

Yeni Setiawan Rabu 26 Juli 2023 ~ 08.52 Reply

Tulisan yang menarik dan menggelitik, Paman.

Saya jadi ingat beberapa kali menemukan tulisan atau cuitan pelajar/pekerja di luar negeri yang setelah beberapa tahun akhirnya bisa bermimpi dalam bahasa negara yang sedang ditempati. Mungkin berlaku juga untuk angka-angka ya.

Pemilik Blog Rabu 26 Juli 2023 ~ 10.13 Reply

Sebenarnya telepon dan video call dapat sedikit membantu mengobati rindu bahasa di tanah air. Tentu paling sip ya pulang sebentar dan ngobrol 😉

Yang saya lakukan secara pasif dengan mendengarkan radio daerah ya itu. Gaya bicara orang Semarang dan Jogja ya berbeda.

Di Retjo Buntung ada penyiar cewek entah siapa namanya, bicara campuran Indonesia dan Jawa dalam dialek Jogja, termasuk saat berinteraksi dengan pendengar via telepon. Ada saja istilah lama yang akhirnya saya dengar lagi.

Tinggalkan Balasan