Bermula dari pertanyaan biasa, akhirnya saya merasa seperti orang yang harus bertanggung jawab. Pertanyaan awal adalah, “Biar udah ada polder masih banjir ya, Mas?” Maka saya pun mengiakan.
“Kok bisa?” dia kembali bertanya.
“Lha ya itu,” jawab saya.
“Itu Alfamart malah masang tanggul?”
“Ya gitu deh.”
“Kalo cuma buat mancing, itu namanya empang berbiaya mahal, Mas.”
“Nggak usah sinis.”
“Ada yang jaga pintu air nggak Mas?”
“Nggak tau.”
“Kapasitas pompa dan genset sesuai kebutuhan debit buang?”
“Nggak tau.”
“Air polder pas nggak hujan dibuang ke kali?”
“Nggak tau.”
“Endapan di polder saat nggak hujan itu dikeruk nggak?”
“Nggak tau.”
“Gimana sih kok nggak tau mulu, Mas?”
“Lah emang saya yang mendanai proyek? Saya juga bukan kontraktor. Setahu saya itu pake dana bagi hasil provinsi. Dulu begitu polder jadi, malah banjir selutut di sekitarnya, malah ada yang sepaha, katanya belum serah terima proyek.”
“Drainase di sekitarnya dirawat?”
“Nggak tau.”
“Kalinya selalu dikeruk?”
“Nggak tau.”
“Gimana sih?”
“Emang saya aparat pemkot? Tanya DPRD atau Pak Wali sekalian dong! Lagian itu polder bukan di kompleks saya tapi kompleks sebelah.”
“Oh, maaf. Saya lupa, Mas.”
2 Comments
Emang gampang ngatasi banjir?!
Kemungkinan besar begitulah jawaban Pak Wali jika ada yang bertanya.
Ngécé Pak Wali 🤣