Sudah senja, matahari tenggelam, kok tetap berpeluh

Pria zaman dulu biasa saja menghadapi cuaca. Tak perlu body care. Kalau kegerahan tinggal buka baju. Gitu aja kok repot.

▒ Lama baca < 1 menit

Sudah senja, matahari tenggelam, kok tetap berpeluh

Maaf, saya menampilkan foto yang bagi Anda mengganggu mata. Lengan berpeluh. Sore tadi. Gerah sekali. Menurut BMKG hari ini, penyebab panas dan gerah Indonesia belakangan ini berbeda dari bagian lain Asia (¬ CNBC Indonesia).

Sebagian orang menyamakan cuaca panas dan kelembapan udara. Padahal ketika kita berteduh di bawah pohon atau tenda, sinar matahari tak langsung membakar badan namun kita tetap kegerahan. Penyebabnya adalah kelembapan, yaitu persentase kandungan uap air dalam udara.

Dalam mobil angkutan umum tak ber-AC yang sesak, merayap dalam hujan, kita bisa kegerahan, tetapi tak mungkin membuka jendela karena air akan masuk. Dingin basah di luar, anehnya kita berkeringat dalam mobil. Persoalannya adalah kelembapan berlebihan: menghambat penguapan keringat.

Sudah senja, matahari tenggelam, kok tetap berpeluh

Saat kulit kita lembap sebenarnya berkeringat tipis, sehingga dalam suhu normal cepat menguap. Kelembapan yang pas itu sekitar 45—65 persen (¬ Higienis.com). Tentu faktor aktivitas kelenjar keringat setiap orang berbeda.

Dalam gedung yang AC-nya sangat dingin dan kering, kelembapannya di bawah 45 persen, saya bisa batuk kering, mata memerah. Harus sering minum. Dan jika perlu menetesi mata.

Untuk kulit kering berbusik, permukaan leher dan tengkuk menjadi kasar, begitu pun kening, saya dulu terpaksa menyediakan pembalap kulit di kantor. Saat menyetir jarak jauh, dengan lubang sembur AC mengarah dada dan kepala, deritanya sama: batuk kering, mata pedih, leher dan kening menjadi kisut. Begitu pula dalam pesawat terbang.

Kerepotan lain AC dingin kering adalah keringat di badan cepat menguap, namun bagian yang tertutup, misalnya kaki bersepatu rapat tanpa kaus kaki, terus berkeringat tanpa menguap, bahkan bisa melebihi saat kita di luar ruang, sehingga telapak basah kuyup. Maka banyak orang melepaskan sepatu saat di kantor dingin kering.

Tetapi jika pria yang umumnya malas memakai pelembap terlalu lama dan sering berada di ruang kering, dengan bertelanjang kaki, maka telapak kakinya bisa akan sangat kasar. Ketika bergesekan dengan kaki sendiri, bukan kaki orang lain, serasa digesek ampelas. Jika terpaksa, pria pun harus memanfaatkan rol ampelas elektrik penghalus telapak untuk mengikis kulit mati yang menebal dan pecah-pecah.

Soal keringat, kelembapan, dan kekeringan memang bisa merepotkan. Tetapi bagi orang zaman dahulu, terutama pria, di desa dan hutan, bukan masalah tuh….

Peluh, keluh, panas, lengas

Tinggalkan Balasan