Karena saya terasing dari dunia perdapuran, tidak bisa memasak, baru sekarang saya tahu ada terasi bundar. Mulanya lempeng ini saya sangka gula jawa, tapi ketika saya cium baunya terasi. Lagi pula setelah saya amati, teksturnya berbeda dari gula jawa.
Selama ini saya mengenal terasi berbentuk kotak. Terasi yang terkemas dengan bungkus berlabel bisa dikira dodol. Ketika gula jawa sudah dicetak sebagai silinder, terasi belum mengikuti. Lalu ada terasi bundar. Mirip keripik tebal. Tetapi kalau disebut shrimp-paste chip tentu tak tepat.
Akhirnya terasi muncul dalam aneka bentuk. Dalam saset juga ada. Pemain besar seperti ABC pun ikut bermain di lapangan belacan. Kalau kita hanya perlu sedikit kenapa harus membeli yang kotak padahal habisnya akan berbulan-bulan?
Pernah saya tulis, Pak Umar Kayam suatu kali mengatakan, “Kamu tahu kenapa nasi goreng di Hotel Mandarin enak? Karena chef-nya, orang Prancis, pakai terasi.”
Asal takaran terasi dalam nasi goreng itu pas, orang yang tak suka terasi pun takkan menolak nasi goreng berbumbu belacan. Apalagi jika ada lauk kerupuk udang, unsur perisa terasi bisa disangka dari kerupuk. Jika emping melinjo menjadi lauk kemriuk, unsur terasi dalam nasgor pun tersamarkan.
Selain terasi ada pula petis udang. Tak semua orang suka. Kalau saya sih suka. Tahu petis itu enak. Rujak cingur juga enak tetapi saya selalu memesan yang tanpa cingur. Saya tak suka cingur dan kikil.
2 Comments
Ahahaha jadi ngilerrr bacanya. Uwenaak lah terasi itu. Bikin nambah nasi ehehe.
Howalah, baru tahu ada yang kayak saya, pesen rujak cingur tapi gak pake cingur. 🤣. Geliii makan cingur, ganyol ganyol giliiiig 🙈
Aha!
Mari bersalaman dan makan rujak cingur tanpa cingur 🤣🙏💐