Aku membatin, setelah Purwakarta, Jabar, lalu besok daerah mana yang menghalangi orang beribadah? Baiklah kalau alasannya gereja yang disegel tak punya IMB, dokumen perizinan yang kini berganti nama Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Semua orang mestinya sepakat setiap bangunan harus berizin, antara lain karena faktor keselamatan bangunan dan penghuni serta pengguna dan tata ruang kota.
Apabila menyangkut penolakan terhadap gedung gereja, alasannya selalu klasik: soal IMB. Kenapa pemkot dan pemkab tak membantu dengan memberikan petunjuk cara membereskan perizinan? Jika menyangkut keberatan warga, bukankah itu bertentangan dengan konstitusi?
Kalau diringkas, maka dalam sejumlah kasus, masyarakat yang merasa mayoritas pemeluk agama tertentu menolak rumah ibadah agama lain. Sebetulnya intinya itu. Sesuatu yang berbeda dianggap mengganggu. Maka kebinekaan hanyalah slogan. Bahkan kebaktian Natal keluarga di rumah pun akan dibubarkan (¬ lihat kasus Cilebeut, Bogor) .
Apakah hanya di Cilegon, Banten, masyarakat menolak gereja, seperti halnya beberapa kota sebelumnya? Tidak. Di Manokwari, Papua Barat, yang menyebut diri Kota Injil, masyarakat menolak pembangunan masjid. Setali tiga uang. Berkeberatan dengan kehadiran rumah ibadah agama lain.
Sebetulnya apa yang mereka — di pihak mana pun — takutkan? Konversi iman alias pindah agama?
Hmmm… berganti agama, bahkan dari beragama menjadi tidak beragama atau sebaliknya, itu urusan yang sangat personal dan biasanya melalui proses kegelisahan diri. Intinya, berganti agama itu tidaklah mudah. Bukan karena ada rumah ibadah dari agama yang berbeda lalu orang dari agama mayoritas akan beramai-ramai pindah — atau murtad, menurut pemeluk agama yang merasa ditinggalkan.
Memang ada kasus seseorang berpindah agama seperti seketika karena terterangi secara rohani dengan mahadaya di luar manusia. Tetapi banyakkah yang mengalami pencerahan luar biasa secara mendadak sehingga kadang disebut mujizat?
Lalu misalnya ada orang yang berubah iman, kenapa ada masyarakat yang ingin melarang? Itu hak asasi. Urusan manusia dengan Tuhan. Lebih penting mana, orang berganti agama lalu jalan hidupnya lebih baik, berguna bagi masyarakat umum, daripada menjadi pemeluk baru tetapi lebih asyik menjelek-jelekkan agama lama dan menyebarkan kebencian? (¬ kasus Saifuddin Ibrahim dan Agus Tan)
Ada soal yang dihindari untuk diakui terbuka dalam kasus penolakan terhadap rumah ibadah agama lain (¬ lihat kasus pengerudungan patung Bunda Maria). Kebetulan yang sering mewarnai berita adalah terhadap gereja. Jangan-jangan terhadap masjid juga sama seringnya namun tak menjadi berita. Mohon pencerahan.
Ya, serupa berita tentang mualaf, apalagi seleb, kadang dengan nuansa seperti perayaan, yang lebih sering muncul ketimbang, katakanlah, dari Muslim menjadi non-Muslim. Media tertentu, dari jenis yang umum, bukan media keagamaan, menjadikan urusan iman yang personal menjadi urusan publik (¬ lihat selera hiburan media, berita seleb nikah beda agama, dan pindah agama dalam medsos) .
Bagiku belum jelas apa alasan sebenarnya sekelompok masyarakat menolak kehadiran rumah ibadah agama lain, apapun latar keagamaan kaum penolak.
Jika ada alasan bahwa di tempat lain, bahkan di negeri lain, pemeluk suatu agama mengalami penolakan oleh agama lain untuk membuat rumah ibadah, lalu atas nama solidaritas maka sekelompok orang yang sama agamanya di Indonesia harus berbuat serupa sebagai balasan, kok jadi aneh. Masa sih sampai segitunya….
Kenapa aku sebut aneh? Dalam situasi macam itu orang bisa terpeleset menjadi tidak adil. Pihak di negeri ini yang ingin membalas, misalnya ada, menempatkan orang yang seagama dengan penolak di tempat lain sebagai lawan.
Sementara pihak yang seagama dengan penolak di tempat lain, apalah kalau di sana mayoritas, bisa terjerumus kepada pembenaran berupa pemakluman. Tetapi ketika menjadi korban di tempat sendiri tak dapat memaklumi. Adil sejak dalam pikiran memang sulit.
Mungkin ada yang berkomentar, “Lho, bukannya sejak dulu setiap pemeluk agama punya kecenderungan begitu?”
Baiklah. Aku balik bertanya. Ah, masa sih kita terus berkubang di masalah yang sama, seolah zaman tak bergerak, dan tak ada keinginan kita untuk memperbaiki?
@santri_buya_syakur Toleransi No, Pluralisme (kesetaraan) Yes #buyasyakur #buyasyakuryasin #pluralisme #plural #kesetaraan #damaisekali #damaiituindah #fyp #dakwah #motivasi #tiktok ♬ suara asli – ꜱᴀɴᴛʀɪ ʙᴜʏᴀ ꜱʏᴀᴋᴜʀ
Pondokmelati, 8 April 2023
¬ Gambar praolah: akun Instagram terverifikasi Anne Ratna Mustika @anneratna82
2 Comments
Selama para warganya belum bisa embrace keragaman, agak susah sepertinya Indonesia menjadi negara maju.
Berita senada masih ada saja ya sampai sekarang, Mas. 😔🙏.
Yah, kita semua tampaknya masih harus belajar menerima keberagaman, Mbak.
Selama beribadah Ramadan 😇🙏