↻ Lama baca < 1 menit ↬

Warung Padang Takana Juo, Jalan Raya Kodau

Belum terlalu malam, masih sekitar pukul tujuh seperempat, tetapi etalase warung Padang langganan saya sudah bersih. Hanya ada tumpukan piring putih kosong.

Tentu piring dan mangkuk porselen itu bersih karena selalu diseka serbet. Meskipun bersih, semua ajang itu bukan untuk menampung lauk. Semuanya hanya untuk tatakan bagi piring yang lebih besar. Pada piring besar itulah lauk diletakkan.

Warung Padang Takana Juo, Jalan Raya Kodau

Memang demikian gaya warung Padang — maksud saya kedai Minang, penjualnya tak harus dari Padang maupun Padang Panjang, Sumbar. Ya,serupa pedagang sate Solo di Jabodetabek. Mungkin mereka orang Boyolali, Jateng. Memang sih Boyolali merupakan bagian dari aglomerasi Solo Raya.

Warung Padang Takana Juo, Jalan Raya Kodau

Gaya penataan piring di etalase itu disebut palung. Adapun akrobat pramusaji membawa banyaknya piring dan mangkuk ke meja pengidap disebut manatiang piriang. Namun saat membereskan meja, ada di antara mereka mengangkut piring dengan troli.

Lalu tadi karena makanan habis, saya makan di mana? Ya ke warung Padang yang lain, lebih sempit (foto bawah), sayang tak seenak warung langganan saya. Kalau masakan Minang paling enak di Jakarta? Menurut saya sih Pagi Sore, asalnya dari Palembang, Sumsel. Sayang sekali makin mahal.

Warung Padang Jaso Bundo, Jalan Raya Kodau

Lowongan palung di rumah makan padang

Salero Akrobat Pramusaji Minang