↻ Lama baca < 1 menit ↬

Unsur warna warteg atau tosca dalam sebuah warna eklektik

Pada 2019 saya pernah membahas warna hijau warteg ini. Banyak warteg, apalagi dahulu, menyukai warna tosca pada pintu, kusen, dan papan deret jendela warung. Rak piring dari pipa besi, dan juga ranjang besi, banyak yang memakai warna “hijau modern” itu. Bahkan sampan dan perahu kayu layar motor pun ada yang mamakai warna itu.

Saya beranikan diri menyebut “hijau modern” karena seingat saya — artinya saya bisa salah —warna itu baru populer sejak awal 1970-an. Ketika cat emulsi akrilik untuk tembok belum lumrah, sehingga oker macam kalkarium menjadi pilihan, maka warna ngejreng modern yang itu laku.

Barusan saya cari kalkarium, apapun mereknya, boleh Mutiara dan lainnya, di lokapasar ternyata tidak ada. Tetapi kalau kita ke toko cat dengan komputer peramu warna, dan membawa sampel cuilan kayu, atau hasil gesekan cat pada benda, warna tosca jadul ini bisa kita dapatkan. Siapa tahu dalam kartu warna tidak ada. Kalau dalam khazanah warna Pantone sih pasti ada.

Saya teringat warna, yang kata sejumlah orang ndésani, itu saat melihat cat pada papan sebuah warung gado-gado, tak jauh dari rumah. Dalam paduan warna, si tosca itu ada. Kita sering menjumpai.

Sampai kini saya masih penasaran, sebenarnya dari benda apa warna ini menyebar, dan sejak kapan?

Riset foto lawas berwarna Indonesia, juga dari film Indonesia, bisa membantu menjelaskan selera masyarakat terhadap suatu warna. Dosen seni rupa dan fesyen mungkin punya informasi lebih lengkap.

Sejak kapan kita suka warna tosca atau apalah?

Warna? Pink Fanta! Ada juga tahi kuda….

Daun berwarna beram, kapisa, atau entah apalah

Warna jambon identik dengan manis padahal pink lava asli tidak