Manakah yang mestinya lebih dahulu disebut: daya hidup ataukah semangat hidup? Pertanyaan itu muncul setelah saya mengamati tumbuhan entah apa yang menempel pada bagian luar sambungan lembap berlumut pipa pompa air.
Saya mencari tahu melalui layanan identifikasi tanaman dari sebuah gambar. Tak ada yang memuaskan saya karena tak ada hasil spesifik. Banyak yang mirip, yang tergolong dalam tanaman berpembuluh, berbiak dengan spora.
Baiklah, taksonomi botanis kali ini tak penting. Lebih wigati soal ini: daya hidup dan perjuangan hidup setiap organisme, termasuk tumbuhan liar. Oh ya, bukankah sebelum manusia mengenal budi daya tanaman, semua tumbuhan itu liar?
Sang Alam sudah mengatur setiap makhluk memiliki fungsi dalam sebuah ekosistem, misalnya nyamuk yang menyebalkan itu, bahkan bisa mengantarkan manusia ke derita dan ajal melalui malaria dan demam berdarah. Seiring kemajuan sains, manusia dapat menyusun penjelasan yang masuk akal berikut cara memanfaatkan setiap unsur alam.
Apakah Sang Alam juga menggariskan rentang hidup setiap makhluk? Saya mengandaikan begitu. Bahwa ada spesies yang punah, bisa saja karena mereka gagal beradaptasi dengan banyak hal.
Daya hidup, semangat hidup. Saya membayangkan di luar manusia tak ada kesadaran atau malah kegundahan mencari jawab sangkan paraning dumadi, kira-kira berarti asal muasal hingga tujuan manusia dalam kehidupan.
Pada hewan dan tumbuhan, juga bakteri dan virus, mungkin hidup dijalani dengan dorongan diri yang melekat sejak lahir: makan dan berkembang biak. Primitif. Berkelahi dan menyerang adalah bagian dari dorongan itu, untuk mempertahankan hidup. Berkembang biak adalah untuk mempertahankan spesies — misalnya kesadaran macam itu ada setelah naluri.
Lalu apa pula itu ilmu hidup? Saya sering mendengar namun tak dapat merumuskan, selain menerkanya sebagai ilmu untuk menjalani kehidupan, dengan maupun tanpa manual. Anda yang lebih memahami pesan Rendra tentang kesadaran dan kehidupan semoga bisa menjelaskan. Saya tidak.