Sambil menunggu kasir melayani transaksi seorang ibu, saya amati rak kondom di meja kasir. Tumben tak sesesak biasanya. Yang tampak sebelumnya dalam keseharian ada kondom, pelincir (lubricant), alat tes kehamilan, dan tisu pemati rasa untuk burung.
Tahun baru bukannya beli petasan malah beli kondom
— Idam Sinambela (@IdamSinambela_) December 31, 2020
Saya ke minimarket itu Ahad malam, 1 Januari kemarin. Saya tak mengamati bagaimana stok kondom yang terpampang sebelum pergantian tahun.
Kondom Laris Manis Jelang Tahun Baru, Nih Datanya https://t.co/ADcO4nYeSG #Kondom
— JPNN.com (@jpnncom) December 31, 2016
Ada sekian kemungkinan kenapa rak kondom itu tampak lega. Misalnya karena laris, bahkan sebelum malam tahun baru. Bisa juga tersebab ada penarikan produk kedaluwarsa maupun penataan ulang stok.
Kondom dan lainnya itu barang biasa. Bukan barang terlarang. Bahkan rokok lebih ketat. Di Bogor misalnya, tak boleh dipajang terbuka. Sebagai barang dagangan biasa, kondom yang dipampangkan terbuka bisa untuk pendidikan seks.
Dahulu kala, ketika putri bungsu saya masih kelas tiga SD, saat menyertai saya membayar di kasir bertanya kepada mbakyunya yang sudah kelas satu SMP, sambil menunjuk kondom, “Itu apa sih?”
Mbakyunya menjawab, “Tanya Bapak aja, Dik.”
Saya pun menjawab pelan, tetapi Mbak Kasir mendengar dan tampak agak terperanjat, “Adik, itu bungkus titit. Entar Bapak jelasin.”
Alamak! Banyak Kondom Bekas Pakai Ditemukan di Kebun Teh, Wisatawan Jijik https://t.co/VlHx3UPnmt
— Jawa Pos (@jawapos) January 2, 2023
Dalam perjalanan pulang, jalan kaki bertiga pada suatu senja, hingga setibanya di rumah, saya jelaskan soal kondom tadi sesuai tahap wawasannya saat itu. Bagi saya edukasi tentang seks dan kesehatan reproduksi justru menjadi kesempatan terbuka ketika anak bertanya.
Kondom dan lainnya adalah barang biasa. Bukan barang terlarang. Tadi sudah saya katakan.
Lalu kenapa isi rak kondom berkurang? Saya sungkan menanya Mbak Kasir, dan rikuh terhadap ibu-ibu pengantre. Padahal saya lebih dari sekali memotret dagangan dalam rak itu, bahkan memegang dus dan memotretnya.
2 Comments
Rasa saya sih tidak. Tergantung komunikasi juga. Di Blok M Mall dulu, yang di basement, penjual lingerie malah ketawa waktu saya motret dagangan, g-string loreng tactical. Dia sdh kenal tampang saya yang suka ke kios cetak DTG tetangga lapak. Penjual arloji murmer juga ketawa waktu saya memasang sekian arloji di tangannya untuk saya foto. Begitu pula penjual kacamata saya minta pakai dagangannya. Soal pendekatan sih. 🙏
Saat iseng foto-foto produk begitu, pernah dianggap sebagai mystery shopper atau tidak, Paman?