Isi rak kondom tak sepenuh biasanya

Pada tahun baru stok kondom berkurang. Kondom dan lubricant adalah barang dagangan biasa, bukan barang terlarang. Dijajakan terbuka. Display rokok malah dibatasi.

▒ Lama baca < 1 menit

Stok London menipis pada tahun baru

Sambil menunggu kasir melayani transaksi seorang ibu, saya amati rak kondom di meja kasir. Tumben tak sesesak biasanya. Yang tampak sebelumnya dalam keseharian ada kondom, pelincir (lubricant), alat tes kehamilan, dan tisu pemati rasa untuk burung.

Saya ke minimarket itu Ahad malam, 1 Januari kemarin. Saya tak mengamati bagaimana stok kondom yang terpampang sebelum pergantian tahun.

Ada sekian kemungkinan kenapa rak kondom itu tampak lega. Misalnya karena laris, bahkan sebelum malam tahun baru. Bisa juga tersebab ada penarikan produk kedaluwarsa maupun penataan ulang stok.

Kondom adalah barang dagangan biasa, bukan barang terlarang

Kondom dan lainnya itu barang biasa. Bukan barang terlarang. Bahkan rokok lebih ketat. Di Bogor misalnya, tak boleh dipajang terbuka. Sebagai barang dagangan biasa, kondom yang dipampangkan terbuka bisa untuk pendidikan seks.

Dahulu kala, ketika putri bungsu saya masih kelas tiga SD, saat menyertai saya membayar di kasir bertanya kepada mbakyunya yang sudah kelas satu SMP, sambil menunjuk kondom, “Itu apa sih?”

Mbakyunya menjawab, “Tanya Bapak aja, Dik.”

Saya pun menjawab pelan, tetapi Mbak Kasir mendengar dan tampak agak terperanjat, “Adik, itu bungkus titit. Entar Bapak jelasin.”

Dalam perjalanan pulang, jalan kaki bertiga pada suatu senja, hingga setibanya di rumah, saya jelaskan soal kondom tadi sesuai tahap wawasannya saat itu. Bagi saya edukasi tentang seks dan kesehatan reproduksi justru menjadi kesempatan terbuka ketika anak bertanya.

Kondom dan lainnya adalah barang biasa. Bukan barang terlarang. Tadi sudah saya katakan.

Lalu kenapa isi rak kondom berkurang? Saya sungkan menanya Mbak Kasir, dan rikuh terhadap ibu-ibu pengantre. Padahal saya lebih dari sekali memotret dagangan dalam rak itu, bahkan memegang dus dan memotretnya.

Kondom beli tiga dapat empat di dekat kampus

Bagaimana cara mengampanyekan kondom

Saya kira kondom ternyata tisu

Kondom bergembok mengingatkan kepada badong

Penyakit kemaluan, penyakit kelamin, penyakit kotor

Antiseptik atau obat kuat?

2 Comments

Pemilik Blog Rabu 4 Januari 2023 ~ 14.19 Reply

Rasa saya sih tidak. Tergantung komunikasi juga. Di Blok M Mall dulu, yang di basement, penjual lingerie malah ketawa waktu saya motret dagangan, g-string loreng tactical. Dia sdh kenal tampang saya yang suka ke kios cetak DTG tetangga lapak. Penjual arloji murmer juga ketawa waktu saya memasang sekian arloji di tangannya untuk saya foto. Begitu pula penjual kacamata saya minta pakai dagangannya. Soal pendekatan sih. 🙏

Yeni Setiawan Rabu 4 Januari 2023 ~ 11.12 Reply

Saat iseng foto-foto produk begitu, pernah dianggap sebagai mystery shopper atau tidak, Paman?

Tinggalkan Balasan