Selera humor dan kepatutannya di wilayah edar komunal bisa berubah seiring zaman dan kematangan kesadaran. Misalnya guyon lawas yang mengartikan jamu Kuku Bima sebagai “kurang kuat, bini marah”. Tanpa disertai penjelasan, semua orang tahu bahwa ungkapan itu bertaut dengan perkara perkelaminan. Begitu pun dengan STMJ: “sekali tekan…”.
Tadi saat saya membaca berita tercegat oleh iklan obat kuat yang ditawarkan oleh sebuah lapak lokapasar. Saya iseng mengeklik. Lalu sampailah ke mata jualan yang mendaku sudah terdaftar di BPOM, memasang logo halal MUI segala — saya mencoba mengecek di laman kedua lembaga tersebut tetapi tak menemukan.
Nah, saat melihat gambar demi gambar ada yang mengagetkan: adegan seseorang, tak jelas pria ataukah perempuan, menendang selangkangan orang di depannya. Ini dapat dikategorikan penyiksaan seksual dalam UU PTKS.
Konteks penyerangan itu, jika dihubungkan dengan gambar lain ihwal si obat, adalah kemarahan karena si pelaku tak terpuaskan secara seksual. Aneh juga, hal macam ini muncul dalam lapak yang dapat diakses publik secara terbuka, via web maupun aplikasi. Sampe segitunya penjual menakut-nakuti konsumen.
Soal lain yang menarik saya adalah penggunaan istilah “crot” — artinya ekspulsi setelah emisi dalam ejakulasi — dengan keragaman jumlah vokal “o” maupun konsonan “t”. Bermula dari percakapan luring, lalu masuk ke milis dan forum, dan seterusnya sehingga di platform media sosial kita terbiasa menemui kata yang berarti ejakulasi pria itu, lalu akhirnya dunia e-dagang pun mengadopsi.
Mungkin kelak KBBI akan mengangkut kata itu disertai catatan sebagai bahasa percakapan yang tidak sopan. Tugas kamus di mana pun memang mencatat kata.
Dari obat lain, yang dijajakan di samping obat kuat tadi, untuk memperbesar dan memperpanjang penis, bunyi informasinya langsung mengarah ke persetubuhan. Dimulai dari ungkapan “air beriak tanda tak dalam…”.
Dalam testimoni di laman produk sih ada konsumen yang kecewa. Sementara versi tangkapan layar WhatsApp, saya tak tahu itu asli atau hasil kerajinan tangan, ada yang puas.
Dalam bisnis produk ajaib macam ini, konsumen yang getun hanya dapat mengeluh di laman produk, tak berani mengadu ke YLKI maupun BPKN. Sedangkan konsumen yang puas, misalnya ada sungguhan, bisa bersaksi apa saja yang dalam istilah Jawa untuk memelesetkan testimoni adalah (maaf) “testis muni”. Muni bisa berarti berbunyi, bisa berkata-kata.
Iklan Pembesar Burung di Situs Berita: Bisa Jadi Palang Jemuran
5 Comments
Membaca iklan-iklan produk beginian, bikin malu sendiri ehehe
Yah begitulah, Mbak. Ini soal alam pikir dan mitos.
Iklan-iklan ndembik.
Ada pasarnya.