Jangan tertawa, tiang bendera dan kursi milik RT itu bisa menjadi masalah karena tak ada gudang permanen.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Tempat menyimpan tiang bendera milik RT di atap rumah

Di bawah atap dek logam di teras rumah orang, yang tak se-RT dengan saya, itu terlihatlah seikat galah bambu bercat merah putih. Saya langsung menduga bahwa itu adalah tiang bendera milik RT.

Untuk meyakinkan, saya menanya tuan rumah rumah yang belum saya ketahui namanya, dan dia juga tak tahu nama saya, “Itu buat apa, Pak?” Dia menyahut, “Tiang bendera punya RT, Pak. Kami nggak punya tempat nyimpen, jadi ya di sini. Kalo kursi RT di tempat lain.”

Nah! Masalah aset RT di kompleks perumahan kecil adalah ruang penyimpanan. Akhirnya harus ada relawan penyedia ruang. Ukuran asli rumah maupun tanah kompleks perumahan bersahaja itu sama. Ketika masing-masing warga merenovasi rumah tentu lupa, atau tak ingin, menyediakan ruang sebagai gudang barang RT. Buat barang sendiri saja kekurangan tempat kok!

Aset RT biasanya berupa tiang bendera yang sering kali hanya terpakai selama Agustus untuk umbul-umbul dan kursi. Nah, kursi biasanya untuk acara pertemuan atau kebutuhan mendadak misalnya ada warga meninggal, malam pula. Kalau punya gawe sih warga menyewa kursi sekaligus tenda.

Untuk perumahan dan kampung yang punya balai RT, ruang penyimpanan harta bersama tadi bukan masalah karena di balai ada gudang.

Sedangkan untuk kawasan yang lebih sejahtera, tak ada kebutuhan macam itu. Butuh apapun tinggal beli dan sewa. Bukan berarti mereka tak punya jiwa gotong royong, hal itu karena situasi dan kondisi membutuhkan solusi berbeda.

Kembali ke lingkungan sederhana dan asetnya, yang paling merepotkan adalah kursi. Dengan kursi lipat mestinya lebih praktis, tetapi di luar pasal harga untuk kursi apapun ada PR bernama perawatan.

Lalu untuk tiang bendera, ada solusi praktis yaitu tiang aluminium teleskopis. Tetapi di lingkungan tanpa kluster, tiang macam ini rawan colong karena mudah diringkas.

Ada lagi masalah penyimpanan kekayaan RT? Ada. Yaitu piala. Siapa pun yang jadi ketua RT harus menyimpan banyak piala bukan atas nama diri maupun anggota keluarganya.

Moral cerita: jadi RT yang kalahan, konsisten keok — karena seprinsip dengan saya (merujuk Ayatrohaedi): kalau masih bisa kalah buat apa menang — itu nyaman. Takkan direpoti piala.

Kursi plastik inventaris RT dalam gotong royong

Pernahkah Anda menjadi tamu tak diundang?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *