Jika gaya kita, yang sebenarnya merujuk gaya pihak lain, ditiru orang, dalam hal apa kita dirugikan?
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Copycat dalam hidup bertetangga

Dari media sosial, misalnya Twitter, ada saja hal menarik namun tak semuanya saya ikuti. Salah satunya dari akun @SeputarTetangga, yang kontennya bisa diolah menjadi serial video drama komedi situasional.

Ada yang memang isinya ngeselin. Kok bisa seorang tetangga berlaku semaunya ke tetangga lain, misalnya memarkir motor dan mobil di depan gerbang pengadu. Atau seorang tetangga menjemur cucian di pagar tetangga seberang dengan alasan mencari sinar matahari.

Saya berpengandaian beberapa kasus bisa menjadi perkara hukum, tetapi setelah itu entah apa jadinya hubungan antartetangga.

Tentu perlu ketenangan setengah skeptis membaca aneka kasus dalam akun tersebut karena baru merupakan aduan sepihak tanpa tabayun. Tetapi media sosial bisa menjadi penampung unek-unek ini menarik. Belum pernah ada platform dan layanan seperti ini. Orang bisa mengadu dan ada penanggap.

Untuk kasus yang ini, tampaknya tak perlu cari pengacara. Dan pengacara pun, meski pernah jadi bahan kopian, juga enggan memenuhi permintaan berperkara. Kekesalan hati sang pengadu sulit dikonversi menjadi kerugian materiel. Kalau dipaksakan hanya menjadi berita jenis aneh tapi nyata.

Lebih penting bagi pengacara menasihati klien agar tawakal dan cuek. Bisa juga membombong, “Menjadi inspirasi bagi orang lain itu termasuk amal.”

Hal sama berlaku untuk kasus copycat gaya di tempat kerja dan aneka ranah pergaulan.

Copycat dalam hidup bertetangga

¬ Gambar praolah: Unsplash, Canon

2 thoughts on “Copycat dalam hidup bertetangga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *