Melihat. Lalu meraba dan memegang. Setelah itu baru yakin. Padahal cuma soal mur dan baut. Ini barang lama industrial. Ukurannya baku. Tabel spesifikasinya ada. Mau diameter berapa, dengan jarak drat berapa, semuanya ada. Nyatanya saya harus melihat sendiri, memegang, dan merabanya.
Tadi sepulang dari menemui Pak Ogah untuk menukar duit kertas dengan koin, saya menyinggahi kios Ladang Baut. Saya ingin melihat dan memegang beberapa pasang mur dan baut beda ukuran, disertai ring. Ada empat pasang, saya beli, total Rp5.000 — sebagaimana ongkos belajar. Cukup yang galvanis saja.
Buat apa sih? Iseng ingin merancang sesuatu dengan niat tanpa melibatkan tukang las, kecuali untuk membuat bracket. Belum saya tuangkan menjadi gambar sih, tetapi sudah tergambar dalam benak sebagai hasil lamunan. Eksekusinya entah kapan, menunggu kalau ada rezeki memadai.
Jadi, nah ini dia, masalah saya adalah keterbatasan imajinasi. Sudah tahu spesifikasi setiap mur baut, bahkan jenis kepala baut, mau yang minus, plus, ataukah heksagonal, tetapi tanpa memegang saya merasa belum mantap. Saya tidak bisa membayangkan daya tahan si baut terhadap tekanan maupun beban statis.
Harap maklum, saya bukan praktisi teknik. Saya tadi juga menanyakan as drat, batang logam dengannya uliran, tanpa kepala. Sudah saya lihat sampelnya.
Bahkan sampai dewasa pun saya sulit membedakan pengertian mur dan baut. Kemudian dari lokapasar saya jadi paham bahwa mur itu yang betina, karena berlubang, dan baut itu yang jantan, soalnya berupa batang. Dalam bahasa tukang dan toko onderdil, yang cewek dan yang cowok.
2 Comments
Kalo saya lbh mantep bawa contoh atau barangnya. Spt waktu bawa French press dan cari pelat dan baut keranjang sepeda
Sekitar seminggu lalu saya juga ke toko mur-baut, beli yang ukuran kunci pas 10 (ukuran panjang lupa, tapi ukuran pendek), untuk keperluan kedai istri. Beli empat mur-baut, plus 10 biji ring, harga total enggak sampai Rp 10 ribu.