↻ Lama baca < 1 menit ↬

Bingkai saringan sablon di kedai Kunasi Bandung

Kaget saya saat akan ke peturasan kedai yang bercabang jalur dengan lorong ke dapur. Ada bingkai saringan sablon. Maklumlah pemilik kedai Kunasi adalah seorang perupa, Pramuhendra, alumnus seni rupa ITB.

Sudah lama saya tak melihat peralatan cetak saring (screen printing). Tentang teknik cetak saring, sila baca laman Inkwell dan DKV Binus. Empu popart Andy Warhol juga berkarya dengan sablon (Β¬ Andy Warhol Foundation, Sotheby’s dan Portland Art Museum).

Cetak saring sablon Andy Warhol

Dahulu saya pernah praktik sablon secara amatir, untuk iseng, belajar dari teman kuliah yang cari duit dengan menyablon. Meskipun untuk iseng, saya namai “studio” saya Bengkel Desain Aja DumΓ¨h. Mengerjakan aneka produk iseng atas nama seni.

Hal pertama soal bisnis yang saya pelajari adalah menolak order, terutama jika si pemesan banyak mau karena punya duit. Sebenarnya itu hanya gegayaan karena saya tak sanggup mengerjakan dengan layak. Biar miskin asal sombong. Supaya dianggap seniman harus kelihatan sulit didikte. Naif bin pongah, bukan?

Kini di tengah makin murahnya cetak digital, sablon manual, tanpa mesin, masih bertahan. Bahkan di YouTube ada panduan membuat klise untuk PCB, dari kanal Direktorat SMK Kemendikbud, dengan cara lama: pakai sinar matahari. Seperti cara saya dahulu.

Nanti dalam Pileg 2024, Pilpres 2024, dan Pilkada 2024 sablon masih diperlukan. Semoga pemesan mau membayar lunas, lebih bagus kalau di depan.

Sablon bisa diterapkan ke aneka produk, tak hanya kaus dan stiker. Batik murah juga disablon. Nah, batik yang diakui dan dimuliakan UNESCO adalah batik tulis, bukan batik printing.

Bingkai saringan sablon di kedai Kunasi Bandung

Lukisan dan batu akik, harganya terserah

Pesona ikonis pisang Warhol

Kaus-kaus berseni

Lukisan bisa mahal, akik dan tanaman juga