Sudah lama saya tak menjumpai pemandangan macam ini: pohon pisang mepet pagar halaman depan, sehingga daun dan tandannya menjuntai ke jalan. Untunglah pekarangan rumah Kudus itu tinggi sehingga jantung pisang tak mengenai mobil. Entahlah nanti setelah pisang berbuah.
Lahan rumah makin sempit. Selera dan kebutuhan juga berubah. Di kampung dan desa pun rumah bata makin banyak, setelah gerbang adalah carport lalu teras. Jika ada sisa halaman, ya untuk taman kecil dan kolam ikan.
Karas rungkut, atau pekarangan rimbun dalam bahasa Jawa, memberikan kesan kurang rapi. Apalagi jika daun kering pada pohon pisang dibiarkan. Namun penampakan sebuah rumah kayu di sebuah desa di Parongpong, Bandung Barat, Jabar, yang diapit rumah-rumah modern ini melemparkan ingatan nostalgik saya ke masa bocah. Dahulu banyak sekali rumah dan pekarangan macam ini.
Dalam kehidupan, kadang tanpa sengaja kita menemukan kapsul waktu, menggiring benak ke masa lalu. Jika orang masih ingat masa lalu berarti belum mengalami amnesia.
2 Comments
Kapan-kapan kalau Paman ke omah kulon, saya pameri pohon pisang yang jantungnya manglung ke rumah tetangga. Tidak menjuntai ke jalan, karena dua pohon pisang saya tak berada di halaman depan dekat jalan melainkan di belakang, mepet tembok tetangga di kiri dan kanan halaman omah kulon.
Pohon pisang ibu saya juga begitu. Bahkan tetangga yang memberi tahu kalau ada yang matang pohon