Tadi siang ketika saya menyetrika hem ada sesuatu yang mengganjal dalam kantong. Saya rogoh, ada kertasnya, kaku tetapi terlipat-lipat. Kuat juga padahal sempat basah dalam putaran mesin cuci. Betul uang. Rp10.000.
Itu uang saya. Saya pun ingat kapan dan di mana mengantonginya di baju. Tetapi saat mencuci, kantong kemeja itu tak saya periksa. Padahal dari celana jin kadang saya menemukan uang kertas dan koin. Singkat kata, saya tadi tak ketambahan uang. Tetapi tetap saya sebut lumayan karena saya batal kehilangan uang.
Lantas? Sambil menyetrika, termasuk menyetrika uang*, lamunan saya pun zig-zag. Pertama: istilah ceban. Artinya sepuluh ribu. Dari bahasa Cina Hokkian. KBBI sudah menyerapnya. Di Jateng, dahulu, orang Cina maupun bukan Cina melafalkannya cemban. Begitu juga untuk kata numeral lain: nggocap (gocap), peknggo (pekgo), nggopèk (gopek), nggojing (goceng), dan nggoban (goban).
Memang begitulah dialek Jawa: menambahkan “m”, “n”, dan “ng” untuk kata tertentu. Maka ada Mbantul, Mblora, Mbali, Ndelanggu, dan Nggodean. Juga maka, dialek keturunan Cina di Jabar, Jateng, dan Jatim berbeda dari Cina Bangka maupun Medan. Warna lokal sangat mewarnai. Dahulu anak Jawa, bahkan Cina, dari Jateng di Jakarta ditertawakan karena menyebut “capjae” untuk capcai. Menu rumah makan masakan Cina, bahkan milik orang Cina, di dahulu Jateng menulis “capjae” dan “capjay”.
Lalu soal kedua? Kertas untuk uang memang bagus. Kuat. Direndam air, asal sebentar, tak hancur. Maka dahulu ketika tim Kejakgung menggeledah rumah Dirut Bulog Widjanarko Puspoyo, ada uang ratusan juta rupiah dalam tiga ember di kamar mandi (¬ Tempo). Misalnya semua ember itu berisi air, uang tetap aman.
Sedangkan Sekretaris MA saat itu, Nurhadi, dan istrinya, ketika digerebek tim KPK di rumahnya, 2016, membuang duit Rp1,7 miliar ke toilet, sebagian dimasukan ke kloset lalu diguyur (¬ Detik).
Nah, kalau soal ketiga ada takhayul yang saya percayai sejak saya bocah. Kalau melihat uang tergeletak, bukan milik kita, jangan diambil karena kita akan kehilangan yang lebih besar.
Kalau uangnya Rp1,7 miliar, tunai? Jangan percaya takhayul. Gunakan akal sehat, bertakzimlah kepada nasib baik. Jangan cerita ke orang lalu berbelanja.
*) Seseorang pernah bercerita, ayah mertuanya selalu menyetrika uang, dan menasihati si menantu, “Kalo kamu nggak sayang sama duit, duit juga nggak bakalan sayang sama kamu.”
2 Comments
Lumayan, bisa untuk beli es krim.😁
Mau saya tabung.
Nanti kalo ada perlu saya ambil.