“Motret apa sih Oom, kok sampe jongkok lama?” tanya Oma S yang sedang momong cucu sambil menyuapi si nona keci yang duduk dalam kereta. Sepulang dari mengembalikan troli lipat pengangkut galon Aqua, milik warung tetangga, saya memang tergoda oleh bunga liar berkelir ungu di pinggir got yang ditumbuhi perdu liar, di sebelah sebuah rumah kosong tak terawat.
Ihwal bunga di tepi jalan, beberapa kali saya memang memotretnya lalu saya jadikan posting sehingga mengundang pertanyaan apakah saya penggemar berat Koes Plus, karena bunga di tepi jalan identik dengan anak-anak Koeswoyo.
Saya bilang suka, itupun tak semua lagu, tetapi untuk “Bunga di Tepi Jalan” saya sejak bocah menyukainya.
Jadi saya bukan seperti seorang fanatikus Koes Plus, yang kata beberapa teman, ketika ditawari kaset di lapak loak Jatinegara, Jaktim, menolak, “Nggak mungkin ada kumpulan the best! Semua lagu Koes Plus itu best.”
Seperti pernah saya ceritakan, saya baru paham maksud lagu “Bunga di Tepi Jalan” setelah membaca autobiografi Yon Koeswoyo. Kembang termaksud adalah tamsil untuk seorang cewek groupie yang tak mau pulang dari rumah Yon yang masih lajang, sehingga akhirnya Yon harus menikahi cewek itu, meninggalkan Susy Nander, drumer Dara Puspita (¬ Obituarium).
Lalu bunga yang saya foto itu apa namanya? Saya berterima kasih kepada teknologi digital, menurut aplikasi PictureThis itu adalah Ruellia simplex. Oh, ini yang namanya kencana ungu alias bunga petunia. Kencana berarti emas.
Bunga liar di tengah permukiman sering kali menarik untuk saya jepret. Kemudian saya mencari tahu informasinya. Lalu? Setelah itu lupa. Mungkin faktor U. Sulit mengingat hal baru, kecuali nama vegetasi saya kenal sejak saya bocah.
2 Comments
Menarik, kisah sebenarnya tentang lagu Bunga di Tepi Jalan yang beberapa kali dibagikan Paman.
Cewek groupie, masih adakah di zaman now?
Wah gak tahu saya.
Kalo tahun 90-an saya masih dengar ada, tanpa sebuah groupie. Teman yg wartawan musik bilang, si anu dari band anu kalo di hotel selagi tur ada cewek nyusul tidur.