Selama sekitar dua puluh tahun saya baru mencobanya tiga kali, yang terakhir siang ini. Apa? Pecel dengan mi. Saya secara ngawur menamainya pecel fusion.
Perpaduan yang aneh menurut saya: pecel, sambal kacang, tahu bacem, tahu isi, dan bakwan jagung plus mi. Sayang tak ada karak. Padahal biasanya ada. Saya lebih sering memesan yang tanpa mi.
Pecel ini dijajakan keliling di area saya. Dahulu dengan gerobak. Pak Tri Sapto asal Sukoharjo, Jateng, mendorong gerobak dengan meneriakkan “Ikkkkhhhhhhhh…!” supaya khas.
Lalu Pak Tri rehat, berjualan sayur di rumahnya, menantu lelakinya meneruskan, tetapi tak dapat menirukan teriakan bapak mertua, malah tenggorokan yang sakit. Sudah empat tahun sang menantu menggunakan gerobak dihela motor, dengan berseru, “Pecel lontong.”
Lalu bagaimana rasa pecel fusion ini? Biasa saja. Yang bukan fusion juga biasa. Saya terbiasa memesan lengkap sonder lontong. Untuk selingan. Kelebihan pecel ini sambalnya berlimpah. Pecel habis sambal pedas masih tersisa. Hampir semua bahan pecel ini — sayur hijau tua, lauk, hingga sambal kacang — tak bagus untuk pengidap asam urat tinggi.
2 Comments
Istri saya sering minta dibelikan pecel dengan bakmi seperti itu, dengan pesan, “Sambele dipinggirke.”
Saya sendiri tidak sering menyantapnya, tapi tentu jauh lebih sering daripada selama 20 tahun hanya tiga kali.😁
Hidup pecel!
Kalo enak saya suka, asal tanpa mi.
Saya lebih suka lotek dan gado-gado. Tapi di kawasan saya nggak ada lotek.