Kalo donatur ACT ikhlas, nggak masalah kan?

Ikhlas boleh, tapi penggalangan dana publik harus dipertanggungjawabkan supaya ACT tak jadi korban opini.

▒ Lama baca < 1 menit

Kalo donatur ACT ikhlas, nggak masalah kan?

Timbul Tenggelam Arisesink menanya Kamso, “Bung, itu soal ACT kok merembet ke mana-mana? Dari sumbangan buat teroris sampai partai?”

Kamso menjawab, “Namanya juga progres. Tapi kan baru dugaan. Masih perlu penyelidikan mendalam untuk jadi sangkaan. Ini telur ceplok jangankan udah diangkat pas setengah mateng, cangkangnya aja belum dipecah udah jadi kabar panas.”

“Gimana Bung menurut sampean, taruh kata para donatur ikhlas sama nasib uangnya, kan berarti masalahnya selesai?”

“Pake pemungutan suara atas nama demokrasi bikinan manusia itu? Ini kan bukan utang piutang antarpribadi, tapi dana publik.”

“Soalnya kesanku ya Bung, yang rewel tuh kebanyakan orang yang nggak pernah nyumbang, bahkan sejak dulu sinis sana ACT. Lah apa kepentingan mereka? Dirugikan juga nggak! Kalo soal mismanajemen di lembaga apapun, termasuk yang bawa-bawa agama, apapun agamanya, bukan lumrah sih tapi kan bisa terjadi. Namanya juga manusia. Kebocoran ada bukan karena tamak, tapi nggak bisa ngitung.”

“Sekali lagi itu dana publik. Penggalangan dana publik ada aturannya. Yang mau ikhlas ya silakan, bukan cuma perorangan tapi perusahaan yang nyumbang dalam rangka CSR. Mereka harus mempertanggungjawabkan ke pemegang saham, apalagi kalo perusahaan publik.”

“Lah kalo acara nyumbang udah lama, urusan pembukuan di perusahaan sudah beres, kenapa nggak berpikir simpel aja, ya udah lain kali ogah kasih donasi.”

“Kalo ini dianggap selesai tanpa proses hukum, tiga yang rugi. Pertama, si ACT cuma jadi korban opini publik tanpa bukti di pengadilan. Kedua, kesian lembaga lain yang selama ini menggalang bantuan untuk solidaritas sosial, bisa nggak dipercaya publik meskipun hasil audit selalu sip. Ketiga, karena publik ogah nyumbang, kesian masyarakat yang butuh bantuan, padahal di negeri makmur pun nggak semuanya bisa diserahkan ke pemerintah, selalu ada ruang kesetiakawanan, apalagi kondisi darurat.”

“Cuma tiga fobia itu aja, bukan fobia lain yang utama, Bung?”

“Halah, Mbul! Kayak situ aja, kalo diledek cewek lantas situ bilang pada gantengfobia.”

¬ Gambar praolah: Shutterstock, ACT

ACT dan amanat umat

Tinggalkan Balasan