Bertanding untuk bersanding, buat Jokowi dan Prabowo bisa, ideologinya sama. Kalau Pilpres nanti polarisasinya ideologis piyé?
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Arsjad Rasjid ingin Pilpres 2024 bertanding untuk bersanding

“Mas, itu usul siapa tuh, Ketua Umum Kadin, bilang pilpres nanti capresnya bertanding untuk bersanding. Kayaknya menarik ya?” tanya Kamsi.

“Oh, Arsjad Rasjid Indika Energy? Gimana menariknya?” sahut Kamso.

“Ya kalo udah selesai ya wis, baikan, yang menang ngajak kerja bareng yang kalah. Kayak Jokowi sama Prabowo itu lho.”

“Oh, gitu…”

“Lha ya to? Nggak ada polarisasi lagi. Rukun. Sandi akhirnya juga di kabinet. Cuma menteri siapa itu, dari Gerindra, gantinya Susi di KKP yang korup. Halah menteri lain juga korupsi, itu siapa orang PDIP yang mensos?”

“Terus?”

“Ya udah, nggak ada cebong lawan kampret lagi. Yang penting Indonesia maju. Nah nanti capres yang menang juga gitu, niru kebesaran jiwa Jokowi, niru sikap legawa Prabowo.”

“Jokowi nggak mau repot aja direcokin oposisi gede di periode kedua. Dia belajar dari periode pertama, dikerjain kepentingan jangka pendek Koalisi Merah Putih, disingkat KMP, oleh lawan disebut kampret.”

“Yang penting akhirnya Jokowi-Prabowo bisa satu kapal. Dulu Mega sama Prabowo juga nyapres sebagai pasangan. Artinya nggak ada perbedaan dong?”

“Emang iya. Gerindra, PDIP, Golkar, Demokrat, di atas kertas dan bagi pengamat luar kan partai nasionalis sekuler.”

“Hubungan sama Pilpres 2024 nanti? Emang selain cebong dan kampret, yang masing-masing punya unsur hijau moderat, ada kubu apa lagi, Mas? Beda ideologi gitu?”

¬ Gambar praolah: Shutterstock, Indika Energy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *