Cangkang ponsel saya rusak. Bukan pada badan melainkan pelat mur jodoh baut sabuk untuk memasukkan jari. Padahal ini jenis yang saya suka, tak seperti model cincin yang sering tersangkut saku belakang celana.
Sebenarnya saya bukan penyuka cangkang, selongsong, dan sejenisnya. Sekian kali punya ponsel hanya pada dua ponsel terakhir saya memasangkannya. Malah lapisan pelindung layar baru saya terapkan pada ponsel terakhir. Ternyata beda, dengan cangkang dan film protektor maka ponsel lebih awet. Bodi dan layar tak mudah retak. Cantolan jari pun mempernyaman pemotretan.
Kenapa saya butuh cangkang, terutama yang peret (tidak licin), padahal hanya mempertebal ponsel? Agar ponsel tak mudah mrucut atau terlepas dari genggaman. Halah, anak kecil juga tahu.
Saya menduga pangkal soal pada desain smartphone yang pada umumnya sama. Atas nama simplisitas dan estetika, semua desain ponsel berbodi mulus, cenderung licin, padahal dimensi ponsel makin menipis, apalagi kelak setelah baterai bisa lebih tipis dari sekarang. Akibatnya cangkang menjadi keharusan selain sebagai identitas.
Pada era ponsel biasa, atau feature phone, desain bodi sangat beragam. Dari yang simpel sampai yang ramai. Penyebab utama saya duga karena keypad belum berupa layar sentuh, ada bidang lebih untuk pengayaan visual. Desain luar menjadi andalan bertempur d pasar. Dahulu, dari sisi fitur, antarproduk sekelas dari Nokia si raja pasar sebetulnya sama.
Nah, dalam keragaman desain saat itu ada ponsel yang cemekel atau grippy padahal berat, tak perlu tambahan pelindung, tapi bisa dipasangi karabiner. Misalnya Ericcson R310s (¬ GSM Arena) dengan antena sirip hiu. Belasan tahun silam karena ponsel saya bermasalah, saat bertugas ke Surabaya saya meminjam ponsel hiu dari Mr Farid Wong, saudara seperguruan beda padepokan dengan Fareed Haque.
¬ Ericcson R310s: Wikimedia Commons
7 Comments
Ganti cangkang baru, Paman?
Tentang Ericcsons hiu, ponsel mahal pada zamannya, berarti Kanjeng Farid Wong memang skoy sejak dahulu kala
Kebetulan ada stok tapi tanpa cantolan hari, dari karet, peret.
Mr Wong emang skoy sejak dahulu. Saya bangga jadi teman beliau, tapi tidak sebaliknya. Yah, itu masalah beliau, bukan?
Waduh berarti Kanjeng Farid Wong itu skoy sekaligus ndembik no. 😁
Brarti kita sama² skoy & ndembik ya, kanjeng trail 😃
mari kita salim! 😁
Ini kok nama sa di-sebut². Sa sih merasa terhormat. Sa khawatir malah njenengan yg tercemar 😃
Maturnuwun masih inget pd mendiang ponsel sirip hiu sa, la wong sa aja dah lupa 😁
Sombong. Punya barang wangun kok lupa.