Sasaran kegagalan bisa barang di ruang kerja dan rumah orang sampai kedai dan kantor. Padahal tak butuh amat.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Hook atau cantolan serbaguna di dinding

Saya sangat terkesan video cekak David Brendi tentang cara memperlakukan barang yang sudah tidak dia butuhkan. Bukan memberikannya kepada siapa cepat dia dapat tetapi memanfaatkan jasa pemilahan dan penyaluran. Barang akan sampai kepada pihak yang memang membutuhkan.

Dalam kehidupan, kita sering menjumpai, atau menjadi, orang yang asal ingin dengan sekian gradasi. Ada yang ngebet karena impulsif, ada yang dibalut canda dikasih nggak nolak padahal berharap nian, sampai yang obsesif.

Obsesif? Anda pasti tidak. Tetapi saya lebih dari sekali tahu ada orang terus memohon untuk diberi barang yang dia inginkan bahkan bila perlu mengambilnya tanpa permisi — atau mengambil paksa dengan tertawa manja saat pamit. Alasannya gemas, penasaran. Padahal nanti barangnya menganggur. Kadang cuma buat pamer, “Dikasih si Anu.”

Tanaman dalam pot dan hiasan termasuk sasaran, demikian pengalaman teman saya selaku korban. Itu semua karena sifat, yang dalam bahasa Jawa, disebut mélik.

Pada era sebelum belanja daring, soal ketertarikan terhadap suatu barang — “Ih lutyu, mauuuu…” — mungkin disebabkan tak tahu membeli di mana. Kini setelah lapak daring ada di mana-mana, tak kenal batas negeri, mestinya kendala utama cuma uang.

Belasan tahun silam saya tahu ada gadis kecil yang melalui ibunya sering memaksakan kehendak saat bertamu. Belum mau diajak pulang kalau tak membawa kue, permen, mainan, dan apapun yang dia inginkan. Ibunya selalu menuruti. Sesampainya di rumah, makanan belum tentu dia konsumsi, mainan belum tentu dia sayangi.

Bagaimana anak itu setelah menjadi gadis dewasa? Silakan terka.

3 thoughts on “Hanya ingin, asal mau, bukan butuh, tapi ogah beli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *