Pagi tadi saya ditraktir bacang ayam. Bacang, dari bakcang (Hokkian), meski memakai kata bak tak mesti berdaging babi, karena bak berarti daging. Jika dahulu bacang versi Cina berdaging babi, kini banyak yang berdaging ayam. Namanya juga bacang ayam. Sejauh saya dengar tak ada yang protes kenapa ada bacang berdaging ayam padahal dulunya tidak.
Bacang ini menarik karena terbalut daun bambu, menjadi kerucut segitiga, diikat tali. Sekarang sih talinya rafia. Kalau tak salah dahulu pengikatnya dari tali sayatan bambu. Ada juga yang bilang pakai benang besar, seperti benang kasur itu.
Bacang punya sejarah panjang, sejak abad ketiga SM, di Tiongkok. Perayaan makan bacang sebenarnya berisi kesedihan, memperingati seorang petinggi keraton dan pujangga di Hubei, yakni Qūyuán, yang meninggal karena bunuh diri (¬ Indonesia-Taiwan Academy).
Resep bacang bertebaran di internet, bahkan satu situs masak-memasak bisa punya banyak resep (¬ Cookpad). Pencetak bacang pun dijual di lokapasar.
Soal bacang ini yang membuat saya heran. Di area saya ada kampung bernama Rawabacang (¬ Google Maps). Aneh juga, rawa dan penganan kenapa bisa bersua. Saya menduga bacang dalam rawa itu adalah nama buah, yang dikenal sebagai bacang atau ambacang, mirip mangga, yaitu Mangifera foetida Lour, atau mangga kuda alias horse mango (¬ Planter and Forester).
¬ Gambar: Planter and Forester, Tokopedia
3 Comments
Mangga kuda, lagi-lagi baru buat saya 😁🙈 sehingga tadi sempat mengira Paman salah tulis di judul mangga muda jadi mangga kuda.
Itu terjemahan versi saya 🤣
Baiklah.🙈