Sudah menjadi cerita lumrah jika orang Barat terganggu bau terasi, sehingga orang Indonesia berhati-hati saat memasak terasi, misalnya dengan membakarnya. Jejak ketergangguan mereka tersebab terasi sudah tercatat pada 1800-an (¬ Historia).
Sebenarnya yang terganggu oleh bau terasi tak hanya orang luar. Orang Indonesia juga banyak. Seorang ibu pernah bercerita, suaminya uring-uringan jika merasakan aroma terasi, termasuk dalam sambal.
Dulu banget, awal 1990-an, ketika saya mewawancarai Pak Umar Kayam untuk artikel kuliner — saat itu istilah kuliner belum populer, malah gastronomi yang lebih dikenal — beliau katakan, “Kamu tahu kenapa nasi goreng di Hotel Mandarin enak? Karena chef-nya, orang Prancis, pakai terasi.”
Aha! Nasi goreng dengan terasi. Asal sedikit saja pasti enak. Beberapa kali saya membuktikannya, orang yang antiterasi ketika menyantap nasgor yang mengandung sedikit terasi bisa bilang enak. Kenapa? Mereka tak diberi tahu bahwa memasaknya disertai terasi.
Saya menulis ini karena istri saya mendapatkan bingkisan terasi. Gaya kedua label itu berbeda. Lalu saya teringat agregator blog bernama Planet Terasi.
2 Comments
Ada masanya,dahulu kala, sebelum berumah tangga, saya sering minta dibuatkan sambel terasi ke mami saya (sudah Sedo lama). Setelah tua, saya tidak berani makan sambel terasi maupun lainnya karena perut tidak kuat, biasanya segera diare.
BTW agregator blog Planet Terasi saya klik ternyata sudah musnah.
Kalo gak terlalu pedas saya masih kuat. Sensor awal ya di lidah. 🙏
Iya, Planet Terasi sudah tiarap