Laporan jurnalistik membutuhkan kutipan langsung agar tulisan lebih hidup. Tetapi koran Kompas, yang tertib dalam berbahasa itu, kadang terlalu tertib dalam memperlakukan kutipan langsung dari narasumber. Lihatlah contoh dalam gambar.
Pukul 07.00, apalagi 22.00, jarang muncul dalam percakapan informal sehari-hari. Jam tujuh, itu lebih mungkin. Jam sepuluh malam lebih sering diucapkan — kadang tanpa tambahan “malam” jika konteks tuturan sudah menunjukkan malam — ketimbang pukulan dua puluh dua nol nol. Dalam percakapan HT orang keamanan, pukul dua dua nol nol wajar jika terucapkan. Kadang malah pukul dua dua kosong kosong.
Sejak dulu saya heran dengan kutipan langsung di Kompas karena gaya bahasanya sangat berperisa tulis. Saat menulis di luar blog, saya menggunakan “akan tetapi” pada awal paragraf, namun dalam kutipan langsung Kompas, dari narasumber di luar seminar, dua kata itu bisa muncul.
Dulu pada era Srimulat untung ada Gepeng, ucapan “akan tetapi…” yang dilontarkan bersengaja dapat mengundang tawa.
2 Comments
Hooh, wagu ya, Paman.
BTW berperisa itu artinya apa? Saya lihat kamus, perisa = enak, sedap, penambah rasa.
Ya, perisa seperti dalam kamus. Malaysia juga mengenal perisa. Info dalam kemasan makanan di Indonesia kadang juga menggunakan kata itu.
Wagu memang, menyunting tuturan lisan selain menyisipkan kata yang diapit tanda kurung.