Semoga teks rak kaset dalam foto tak tajam ini masih terbaca. Ada tradisional, dangdut, rohani, dan Muslim. Genre musik, atau apapun namanya, dalam bisnis hiburan adalah penggolongan oleh industri untuk mempermudah inventori.
Maka untuk campursari dan world music produk Barat yang melibatkan gamelan, toko bisa kebingungan dalam menempatkan kaset dan CD di rak: tradisional atau lainnya? Di toko lain yang lengkap, world music masuk rak new age.
Sedangkan untuk rohani dan Muslim, konsumen tahu bahwa rohani untuk lagu-lagu Kristiani dan Muslim ya untuk lagu-lagu Islami. Padahal keduanya sama-sama religius.
Di toko lain yang berbahasa Inggris, saat itu, 2007, rak religious berarti lagu-lagu Kristiani. Bahasa memang bisa membingungkan.
2 Comments
Rak kaset model itu, pada zamannya di Solo seingat saya cuma ada di toko kaset AS (atau As?) Records yang pernah saya singgung dalam komen di posting lain, melengkapi perusahaan pembajak kaset bernama sama.
Toko kaset yang lengkap di kota apapun biasanya gitu. Lha karena toko dan perekam Widyo termasuk lengkap ya pakai cara itu.
Dulu dalam era kaset bajakan, Leopard di Kuta (seingat saya namanya itu) juga begitu, lengkap pol. Mengalahkan Popeye Jogja. Kalo Aquarius di tiga kota emang ikon.
Sampai awal 2000-an, Disctarra di MTA Jakarta komplet banget, sampai ada ruang untuk jazz dan satu lagi untuk klasik digabung new age, pakai hi-fi sendiri.
Komplet, ngeselin, Aquarius Pondok Indah, sampai 2005 pakai harga dollar Amrik. Tapi di semua tokonya, Aquarius setia pakai desktop layar CRT dengan aplikasi Novell NetWare, masih DOS.