Saya memotret portal yang belum ditutup ini barusan, sudah malam. Tetapi karena di bawah lampu jalan, papan info itu sangat jelas. Tak ada yang menarik portal, karena warga kompleks tahu mana saja yang ditutup sehingga bisa mencari jalan dengan cepat.
Lalu? Ada yang menarik, sangat personal dan subjektif. Ternyata sudah dua tahun lebih saya tak berurusan dengan portal. Sebelum pandemi awal 2020, pada akhir 2019 saya sudah tak pernah pulang malam. Setelah ada Covid-19 semakin jarang bahkan tak pernah.
Mulai akhir Oktober 2019 saya tak bekerja lagi. Artinya tak pulang malam lagi, kecuali menginap di kantor. Setiap kali pulang, naik ojek dari Pinangranti, seturun dari bus Transjakarta, saya harus memandu Bang Ojek mencari jalan untuk menghindari portal tertutup.
Kalau saya bawa mobil atau naik taksi, tak terlalu rumit. Pintu masuknya berbeda. Ketemu portal hanya sekali, berupa rantai, bukan palang, yang bisa dilepas.
Saya teringat soal portal malam karena tadi memperhatikan. Dalam dua tahun lebih ada yang berubah dalam adat bepergian saya.
6 Comments
di kompleks rumah ortu saya masih ada portal ini. pas pandemi dan ada “lockdown”, portal perumahan ditutup semua dan hanya akses hanya melalui satu pintu..
Rumah ortu Mas Zam di Solo, di mana, to?
salah satu perumahan lama, mas.. walau secara administratif masuknya Karanganyar.. 😅
Iya di mana-mana gitu. Ada portal selama pandemi jadi tambahan kaveling parkir mobil bagi warga
Marak pemasangan portal di Solo, jauh sebelum pandemi, adalah setelah kerusuhan massa Mei 1998, yang oleh banyak orang dikenal sebagai “kasus obong-obongan”.
Oh iya ya.
Dari sisi skala, bukan luasan wilayah aja, kabarnya Solo lebih parah. Semoga gak terulang 😭