↻ Lama baca < 1 menit ↬

Jangan belanja makanan berlebihan melebihi kebutuhan

“Akunya yang salah mungkin ya, Mas. Sejak dulu membiarkan karena ada duit,” kata Rudi Gayam saat mampir dalam rangka mencoba sepeda listrik.

Kepada Kamso, Rudi mengeluhkan anak-anaknya yang suka beli makanan berlebihan, apalagi jika dibayari, tapi tidak bisa menghabiskan. Itu berlaku saat mengudap di kedai maupun memesan antaran, apalagi jika ada diskon.

Celakanya tidak semua sisa, bukan kelebihan — dari makanan berlebih, seperti orang Jawa membedakan sisa dan turah — bisa diberikan kepada orang. Bisa karena waktu, misalnya terlalu malam, maupun tingkat kesegaran.

“Lapar mata mungkin,” Kamso berkokeu.

“Kayaknya, Mas. Belanja bareng di supermarket juga gitu karena ayahnya yang bayar. Aku karena dulu kerja di luar kota, kalo pulang ya manjain keluarga. Hasilnya, di kulkas gede dan lemari dapur ada aja makanan kedaluwarsa. Kalo buah sih nggak, pasti habis, termasuk dikasihkan orang. ”

“Terus?”

“Aku pasang tulisan peringatan. Belum efektif sih. ”

“Lha bojomu piyé?”

“Mas tau gimana istriku, kan? Setiap kejadian ya menyesalkan. Tapi keasyikan saat berbelanja, bukan memanfaatkan barang belanjaan, kok kayak candu ya. Aku pernah ngalami sih, Mas.”

Kurir datang. Menanyakan alamat. Pembicaraan pun terhenti.

¬ Gambar praolah: Shutterstock