Jawara itu bisa putih, bisa abu-abu. Konon begitu. Yang pasti mereka punya pengaruh.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Pos jawara jaga kampung di Chandra Baru, Jatirahayu, Pondokmelati, Bekasi

Jawara itu jagoan, biasanya mantap dalam olah kanuragan atau bela diri. Kalau dia putih, sebutannya pendekar karena pada saat yang tepat menjadi pembela kebenaran bukan kebetulan. Seperti dalam komik silat.

Kalau dia abu-abu, antara putih dan hitam, karena antara lain sering memaksakan kehendak, atau memanfaatkan reputasi agar orang lain mengalah, sebutannya cukup jagoan.

Intinya, label jawara ini soal pengakuan sosial. Bukan klaim diri.

Nah, jika jawara punya wadah, dan memasang backdrop yang sudah memudar, sudah jelas masalahnya. Apa? Merawat spanduk itu susah. Bikin baru butuh biaya. Apalagi jika paguyuban lahir karena mobilisasi.

Ormas yang sehat tumbuh dari iuran anggota. Serikat buruh juga. Pun partai politik. Tapi… halah itu teori.

Contoh paguyuban mandiri adalah fandoms. Mereka keluar biaya sendiri, tak pernah minta subsidi dari pihak idola apalagi jika idolanya di Korea dan Jepang, atau entah pokoknya luar negeri.

2 thoughts on “Mudahkah jadi jawara?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *