↻ Lama baca < 1 menit ↬

Dulu pada masa kejayaan koran kertas saja saya belum pernah menjumpai soal ulangan tentang manfaat koran selain sebagai bacaan, apalagi sekarang ketika semuanya cukup dari ponsel.

Semua orang tahu, kertas koran bisa untuk membungkus apa saja. Generasi superlawas mengalami membungkus kaus olahraga setelah pelajaran “orkes”* di sekolah dengan kertas koran karena tas keresek belum jamak.

Bagian dalam kardus paket makanan era prabelanja daring, karena mengirim sendiri, biasanya dilambari koran. Orang mengentaskan kerupuk, karak, dan rempeyek dari saringan peniris di atas wajan lalu menaruhnya di atas koran. Dalam pembukaan serial detektif swasta di TVRI dulu selalu ada adegan kertas koran berisi headline untuk alas tahi burung dalam sangkar.

Tadi malam, sepulang dari bersepeda santai tipis, sekalian beli ini-itu di dekat pasar, saya membersihkan tunggangan dengan lap lembap. Lalu rantai, gir, dan cakram saya semprot dengan cairan berbeda. Saya tahu, mestinya penyemprotan saya lakukan esoknya karena bakal ada tetesan minyak kotor. Tapi mumpung ingat, dan sempat, saya lakukan malam itu juga.

Seperti biasa, saya menyiapkan koran sebagai alas. Beruntung saya punya kertas kabar.

Data ini tidak akurat tapi lumayan untuk mengukur diri sekadarnya

*) Akronim pelajaran “olahraga/kesehatan”, tapi dari angkatan prakresek itu ada yang menua, menyebutnya “PD”, abreviasi “pendidikan djasmani