↻ Lama baca 2 menit ↬

Es batu kecil atau es kerikil alias ice cube apakah selalu sehat?

Saya hanya bertanya, bukan menggugat. Kenapa? Saya tak tahu standar industri es batu kecil-kecil, mungkin layak disebut es kerikil, yang oleh orang Malaysia disebut ais kiub (ice cubes).

Saya membayangkan, kalau pakai air matang maupun Aqua galon jelas tidak ekonomis. Tapi kalau pakai air ledeng, kualitasnya harus sesuai “air minum” sebagai padanan “drinking water” — nyatanya hotel melarang penginap minum dari keran sehingga menyediakan komplimen air kemasan dalam botol.

Ketika melihat kurir ais kiub ini mengantarkan sekantong besar kubus-kubus kecil anyes nyes, saya pun teringat es balok yang setiap pagi diturunkan dari truk, kena permukaan jalan beraspal, lalu disimpan di sebuah kotak berpintu seng di sebuah sudut. Es balok itu akan dibagi menjadi beberapa, tergantung permintaan warung pelanggan.

Es batu kecil atau es kerikil alias ice cube apakah selalu sehat?

Bersih maupun tak bersih nyatanya, seingat saya, belum pernah saya sakit perut karena minum es apa saja yang dicemplungi pecahan es batu. Saya juga makan buah potong maupun lotis gerobakan yang didinginkan es batu entah dari mana.

Saya anggap kekebalan saya dulu bagus tanpa japa mantra dari dukun sakti l. Tapi, eh, ralat: saya pernah masuk ICU, dan hampir bablas, lalu setelah sembuh saya dinasihati dokter, “Anda orang lapangan, kan? Tapi jangan makan minum yang jorok, ya.”

Sejak itu saya berusaha hati-hati. Lebih memilih minuman dalam botol atau kalau terpaksa minta teh panas karena berasumsi air panas akan mematikan kuman.

Kembali ke ais kiub. Teman saya pernah bikin angkringan dengan wi-fi gratis, saat memulai bisnis dia memesan ais kiub dalam kantong plastik. “Kita pake es batu priayi. Lebih sehat,” katanya.

Es batu kecil atau es kerikil alias ice cube apakah selalu sehat?

Cuma sebulan lebih es priayi itu datang karena berat di ongkos, bukan di temperatur. Selebihnya ya es batu potongan yang diikat tali ban di atas boncengan sepeda mini butut, tanpa bungkus, padahal roda sepeda tanpa sepatbor, yang tiba saban menjelang magrib.

Saya lupa berapa harga ais kiub saat itu. Sedangkan yang saya foto ini, untuk sebuah kedai kopi di lantai dasar apartemen, harga sekantong Rp20.000, beratnya 25 kilogram.