Merayakan 76 tahun RI dengan tanya: apakah setelah internet meluas, buku humor masih laku?
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Buku saku Humor Madura untuk Indonesia

Saya temukan buku kecil ini di ambalan rak alat tulis. Buku lama, terbitan Agustus 1999, cetakan kedua, saya beli Februari 2000. Tebalnya 118 halaman, harganya Rp3.300.

Lucukah isinya? Sebagian ya. Sisanya kadung saya ketahui sebelum membaca buku sehingga akhirnya gregetnya kurang. Padahal yang pernah saya dengar itu sebetulnya tak selalu saya ingat.

Buku saku Humor Madura untuk Indonesia

Apakah semuanya khas Madura, atau hanya berlatar Madura? Ada yang khas Madura, berbau pelecehan stereotipikal, misalnya dokter gigi yang mencabut gigi emas oreng Madura.

Yang sangat asli Madura ya cerita penutup, berupa tuturan yang tak dapat saya ingat sejak mendengar pertama kali, selain ingatan sekenanya: badana bada…

Buku saku Humor Madura untuk Indonesia

Saya tak tahu kenapa orang Madura sering diperolok. Tapi saya juga heran, kenapa kadang mereka memperolok diri — dengan mengisahkan orang Madura lainnya. Kalimat kedua barusan adalah kesan saya secara sepihak.

Entahlah ada berapa buku humor Madura yang secara gampangan disebut “mati ketawa cara Madura” padahal isinya bisa tampil dalam versi suku lain. Maka sebut saja itu mati ketawa cara Indonesia.

Buku saku Humor Madura untuk Indonesia

Tentang istilah “mati ketawa”, hal itu bermula dari buku Mati Ketawa Cara Rusia, terbitan Grafiti Pers ( Tempo) 1986 dengan kata pengantar oleh Gus Dur.

Humor kesukuan biasanya akan lebih menggigit apabila diturunkan secara lisan. Dialek kesukuan bisa diangkat. Tuturan menjadi lebih hidup.

Kalau hanya dalam teks, misalnya kerepotan guru SD mengajarkan not musik, lalu murid menirukan “do re mi fa, sol la si do” dalam dialek Madura, kelucuannya pudar. Mungkin karena itu pula buku mungil ini tak memasukkannya.

Yah, serupa guyon tujuh belasan. Tapi sayang juga tak terangkut dalam buku ini. Bu Guru SD menyuruh Badroi menyanyi lagu wajib di samping papan tulis.

Badroi dengan lantang bernyanyi, “Enam belas Agustus tahun empat lima…”

Bu Guru menyergah, “Tujuh belas!”

Badroi melanjutkan, “Besoknya hari kemerdekaan kita…”

Setelah internet kian merata, buku-buku humor mungkin tak menarik lagi. Di Bangkalan maupun Sumenep. Dan wilayah lain di Indonesia.

Dirgahayu Republik Indonesia!

Buku saku Humor Madura untuk Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *