Bungkus Panjebar Semangat, dari kertas cokelat, art paper, dst…

Amplop pengiriman majalah Panjebar Semangat sempat meninggalkan kertas samson, diganti art paper, lalu diganti kertas koran. Tetap ditera dengan dot matrix.

▒ Lama baca < 1 menit

Sampul berbahan kertas samson dari majalah Panjebar Semangat

Sekitar empat pekan lalu saya menerima majalah mingguan Panjebar Semangat (PS) terbungkus art paper. Mewah betul, saya membatin. Kenapa tak mempertahankan kertas samson kecokelatan?

Sempat tebersit dalam benak, mungkin memanfaatkan sisa kertas (waste) di percetakan yang ukurannya nanggung.

Sampul berbahan kertas samson dari majalah Panjebar Semangat

Dengan art paper, peneraan alamat tujuan kirim tetap memakai pencetak dot matrix berwarna ungu. Terasa eksotis di mata. Ada jejak pita di atas kertas bungkus. Peneraan alamat dengan cara ini sudah jarang. Sekarang berupa stiker cetak laser berikut barcode.

Saya tidak tahu printer apa yang PS pakai. Saya hanya dapat membayangkan kertas bungkus itu dimasukkan ke printer dot matrix untuk ditera. Atau ada semacam kotak stempel, mirip mesin prangko maupun mesin meterai (franking machine, postage meter) versi dot matrix berpita yang dimasuki kertas. Penasaran saya.

Sampul berbahan art paper dan kertas koran majalah Panjebar Semangat

Sekarang pun saya tak pernah melihat amplop dengan teraan mesin prangko. Dulu zaman kartu ucapan Natal dan Idulfitri, kalau dari perusahaan biasanya ada teraan mesin prangko di atas amplop, berwarna merah.

Nah, kembali ke bungkus PS, art paper yang mirip bahan sampul majalah pekan ini sudah diganti kertas koran yang mirip kertas halaman isi majalah. Lebih murah. Apalagi hanya melibatkan tinta hitam. Memang sih mudah robek.

3 Comments

Candra Widanarko Jumat 23 April 2021 ~ 13.24 Reply

Huaaa Panjebar Semangat! Dulu eyang berlangganan waktu tinggal di Solo. Entahlah apakah berlangganan juga waktu masih tinggal di Ponorogo. Rasanya dulu suka ikut baca dan menuntut Bapak menerjemahkan haha. Ada cerita pendeknya juga kan ya?

Pemilik Blog Sabtu 24 April 2021 ~ 22.53 Reply

Waaaaaa 🤣
Aneh, kok ya Cenil berminat. Anak Jakarta lho.
Buat milenial Jawa sekarang, lebih mudah memahami The Economist atau Monocle ketimbang Panjebar Semangat 😂

Zam Kamis 22 April 2021 ~ 11.25 Reply

wah baru tahu soal franking machine atau postage meter ini, paman.. menarik..

Tinggalkan Balasan