↻ Lama baca 2 menit ↬

BELUM SAH JIKA RAPAT TANPA HIDANGAN! :D

Sang direktur pengembangan bisnis itu berdiri, meletakkan kedua telapak tangannya ke atas bibir meja, lalu berbicara kepada seorang direktur dari divisi lain yang duduk di seberangnya, sekitar enam meter jauhnya, “Ya sudah kalo nggak bisa! Tau gini ngapain kita meeting, ngabisin waktu sama ngabisin duit buat gorengan!”

Sekitar 30-an peserta rapat dari pelbagai divisi itu diam. Ada juga sih satu-dua yang masih asyik mengunyah pisang goreng manis serasa bermadu. Sang CEO sepuh sebagai patriarch hanya manggut-manggut dan tersenyum tipis. Bijak seperti biasanya.

Oh! Gorengan! Padahal ada juga jajanan pasar lainnya yang tak semuanya gorengan. Tetapi kesemuanya itu, dalam sebuah rapat awal abad ini, adalah konsumsi rapat.

Saya tak tahu mengapa umumnya rapat harus memakai konsumsi padahal berlangsung di luar jam makan. Saya juga tak pernah memprotesnya. Kalau memang ada konsumsi, dan saya ingin, pasti juga ikut menyantapnya, bahkan menikmatinya. Sebenarnya sih lebih penting minuman, terutama air putih, bagi saya.

Banyak orang dari kantor yang berbeda mengatakan bahwa rapat tanpa konsumsi lezat itu tak nikmat. Belum pernah saya dengar bahwa rapat tanpa penganan akan menghasilkan keputusan mengawang dengan eksekusi angin-anginan.

Yang lebih sering saya dengar, dan tentu dalam hati saya amini kalau sedang doyan tembakau, adalah rapat tanpa merokok kurang memperlancar pikiran — tepatnya: bualan. Padahal di sisi lain, saya juga bersetuju, pun mendukung, beberapa rapat para perokok yang tanpa konsumsi bernama rokok. Biasanya rapatnya lebih singkat, pengambilan keputusan lebih cepat. Pesertanya ingin segera bubar lalu keluar untuk menikmati nikotin dan tar.

Tentang penganan, ada dua macam cara. Pertama, jika rapatnya melibatkan orang luar harus ada hidangan. Kedua, rapat apapun dengan siapapun, asal sudah terjadwal, dan bakal lebih dari seperempat jam, harus pakai suguhan.

Lantas mengapa harus ada, saya tak pernah mendapatkan jawaban memuaskan. Kalau masalahnya hanya ingin ngemil, mau patungan atau dibayari kantor toh bisa kapan saja, tak harus dalam rapat.

Saya pernah mengikuti lebih dari sekali rapat, sebagai terundang, di negeri lain. Pengudangnya perusahaan besar. BOD komplet. Karena saya masih lapar akibat senjang jet saya pun berharap ada pengganjal perut. Ternyata hanya tersedia kopi dan teh, itupun mengambil sendiri-sendiri dari dispenser di ruang lain. Tak ada jongos maupun sekretaris penghidang minuman. Pada salah satu rapat, yang ada di meja hanya sepiring apel dengan sebilah pisau. Oh ya, seusai rapat pun mereka mengembalikan cangkir dan cawan ke tempat khusus di ruang lain — mirip sebagian bule jajan di kedai swalayan siap saji, ambil baki sendiri, selesai makan merapikan sendiri.

Kembali ke hidangan rapat di Indonesia, yang layak kita syukuri itu, dapatkah Anda menjelaskannya mengapa bisa begitu? :D

Catatan: Bedakan hidangan rapat dengan jamuan santap siang/malam untuk sekalian rapat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *