↻ Lama baca 2 menit ↬

MENIKMATI AKTING DAN RETORIKA DI LUAR PARLEMEN.

“Maaf kata Saudara-saudara, perempuan yang menghina saya bisa saya buat menari telanjang di depan saya lalu dia minta saya jadikan istri. Padahal istri saya sudah dua, umur saya baru dua puluh tujuh…”

Maaf itu bukan kutipan persis. Hanya merangkum serpihan ingatan, dari melihat tontonan yang sudah berjalan. Jadi bisa saja kutipan saya telah mengubah nuansa dan melenceng dari konteks.

Menyenangkan sekali, Ahad sore lalu tanpa sengaja, selagi berjalan-jalan keluar masuk-kampung, saya mendapatkan kerumunan orang di atas lahan proyek perumahan, di pinggir jalan raya Pondokgede-Bekasi. Mereka menonton atraksi seorang penjual obat yang menyebut diri Pak Daeng. Saya menikmatinya.

Lelaki muda itu khatam segala ilmu retorika. Selayaknya aktor pentas dia tahu bagaimana menyihir penonton. Dia seperti menggenggam udara sekitar yang diembuskan dan dihirup lagi oleh kerumunan. Tutur katanya meyakinkan. Aktingnya menghanyutkan.

Lebih penting lagi ini: dia tahu mendayagunakan mikrofon dan spiker corong. Suara badai, ombak, dan halilintar dia keluarkan dari mulutnya pada saat yang tepat — termasuk menjelang dan setelah (seolah-olah) melafalkan mantera. Mirip pendongeng.

Menyenangkan. Lama saya tak menonton seperti itu. Menghibur dan menegangkan. Maka berkatalah dia kepada seorang penonton, “Saudara dari mana? Priok? Coba kesinikan helmnya, nanti saya kirim ke rumah.”

Helm berpindah tangan. Oleh asisten Pak Daeng helm itu ditaruh di atas peti. Kemudian kotak besar berbahan kain, seperti bilik TPS, mengerudungi kotak dan helm itu.

Pak Daeng menghadapkan telapaknya ke bilik TPS. Mikrofon menyalurkan desau angin dari mulutnya. Bilik itu tergetar, lalu terguncang. Lantas asisten mengangkat bilik TPS. Seperti umumnya sulap, helm itu telah raib. Tempik sorak membahana.

Bilik TPS dan meja kayu itu sejak awal mengundang penasaran saya. Ketika saya datang, TPS sedang diangkat. Di atas kotak ada karung goni kecil yang tepiannya terjahit tali. Kata Pak Daeng isinya lebih kecil daripada jenglot si manusia mini tua.

Tahap demi tahap perpindahan karung itu dramatis. Diselingi cerita. Mirip cara pesulap. Ada juga peringatan untuk para perekam adegan melalui ponsel, bahwa sesampainya di rumah gambar-gambar mereka sudah terhapus.

Apakah isi karung kecil itu? Sabar. Pak Daeng bercerita tentang aneka penyakit yang akan sirna setelah minum obat yang dibawanya. Kencing batu sampai lumpuh akibat stroke akan tersembuhkan. Jika tidak, “Biarlah dua tangan saya menjadi satu!”

Asisten menunjukkan piring berisi kapsul kehijauan. Pak Daeng katakan, jika di antara hadirin ada yang dari BPOM maka dia akan buktikan bahwa yang dibawanya adalah obat.

Sore semakin berat. Saya harus meneruskan perjalanan sejauh dua setengah kilometer lagi, jalan kaki. Apa boleh buat, saya belum tahu apa isi karung itu. Saya juga belum mendapatkan testimoni apakah helm yang raib dalam bilik TPS di Pondokgede itu sudah tiba di Tanjungpriok.

Andaikan semua penonton menggunakan Twitter mungkin akan lebih seru — kecuali karena kebetulan, atau malah karena kegaiban, semua baterai peranti genggam kehabisan daya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *