Sebuah Sindrom Kere Bernama Memulung

▒ Lama baca 2 menit

PERNAHKAH ANDA MEMUNGUT SEKRUP DI JALAN?

memulung ring

Di undakan dekat gubuk bursa tanaman itu saya melihat ring pengganjal. Karena benda kecil itu tak seberbahaya paku maka tak saya singkirkan. Tapi, ehm, sebaiknya saya pungut atau tidak?

Hehehe… “sindrom kere”. Setiap kali melihat benda tak terpakai, yang sudah tak bertuan (maupun bernyonya), si pengidap sindrom akan gatal untuk memungutnya, untuk kemudian dibawa pulang, padahal hanya barang murah remeh sepele. Ya seperti ring itu.

Apakah Anda termasuk pengidap sindrom kere?

Misalkan itu hanya sebuah kecenderungan tentu ada kadarnya. Yang ringan itu kalau barangnya jelas akan berguna. Bernilai, begitulah. Misalnya, kupu-kupu bening Svaroski, Breitling Cosmonaute, iPod Classic 160, Nokia E90, atau Nikon D2Xs. Yang berat adalah apa pun akan dipungut, dari kaleng Wybert sampai sobekan pita cukai rokok karena murah dan tiada guna.

Saya ingat bahwa dulu, waktu masih bocah, sering mendapati rumah yang memasang tapal kuda. Harap diingat saya bermukim di kota kecil (Salatiga) yang banyak dokarnya, dan saat itu kuda angkut juga banyak.

Ada yang bilang, tapal kuda itu membawa keberuntungan. Yang lain bilang, pemungutan tapal kuda di jalan hanya karena niat baik agar tak melukai ban mobil. Saya tak tahu mana yang benar.

Saya pernah beberapa kali memungut mur atau baut di jalan. Berguna? Saya selalu lupa apakah segala jenis sekrup karatan di kotak perkakas itu hasil pungutan atau pretelan barang sendiri.

Beberapa hari lalu saya mengencangkan pelat nomor kendaraan dengan menambahkan ring yang saya ambil dari kotak. Saya ingat, itu bukan ring dari memulung. Itu ring bekas kipas angin.

Sekarang ini mungkin semakin jarang orang yang memulung pretelan barang. Jumlah pejalan kaki tampaknya berkurang. Orang-orang lebih sering naik sepeda, motor, dan mobil — termasuk angkot. Kurang kesempatan untuk memulung.

Kalau tak percaya amatilah beberapa ruas trotoar di Jalan Gatot Subroto di luar jam masuk, jam makan siang, dan jam bubaran kantor. Jarang ada pejalan kaki. Adakah bahan pulungan di sana? Saya juga tak tahu.

Kini segala jenis mur, baut, ring, dan entah apa lagi, dijual di banyak toko. Hero menyediakan. Ace Hardware punya banyak. Toko-toko kecil spesialis sekrup juga ada. Buat apa memulung?

Dulu yang sering memulung sesuatu di jalan adalah anak-anak yang berjalan kaki sepulang sekolah — terutama bocah laki. Saya pernah menemukan silet, saya kantongi, dan ibu saya kesakitan saat mencuci. Maaf, Bu.

Yang paling mengesalkan Ibu adalah gumpalan aspal dalam saku celana. Saya ikut-ikutan mengambil aspal hangat dari proyek jalan, kemudian saya kepal, dan masukkan ke celana — tapi setelah itu saya lupa.

NB:
Ada nggak sih blog Indonesia yang khusus memuat barang temuan di jalan?

Tinggalkan Balasan