↻ Lama baca 2 menit ↬

AH, MASA SIH?

kapasitorTing tong. Bel berbunyi. Anak muda likuran tahun itu berdiri di depan pintu kemarin sore. Bawa map. Wajahnya memelas. Ngakunya lagi PKL di rekanan PLN.

Lantas dia buka mapnya, membacakan kuesioner. Saya jawab dengan sopan.

Setelah itu saya menyela, “Mas, data pelanggan kan ada di PLN. Komplet. Ngapain Anda repot?”

Dia tatap mata saya. Masih dengan wajah memelas. “Ini hanya ngecek kok, Pak. Survei, untuk PKL,” katanya.

Hohoho. Ngapain juga PLN, eh rekanan PLN, menanyakan nama, alamat, daya, rata-rata tagihan bulanan, dan… ehm opini saya terhadap tarif PLN (ringan, cukup, atau memberatkan).

Tapi saya sabar menunggu apa yang akan dia jual.

Aha! Benar. Akhirnya keluar juga jurus pamungkas: “Kami anjurkan Bapak pakai teknologi terbaru kami, namanya capacitor bank, blablabla, anu anu anu…”

Sial. Saya nggak tahu bagaimana cara mengontak Priyadi, yang fatwanya selalu saya rujuk untuk menghadapi tawaran mbelgedhes.

Sempat terlontar niat untuk menanya anak itu, “Mas sudah ketemu Pak Priyadi apa belum?” Untung impuls itu segera menguap sebelum terlaksana.

Kali ini wajahnya tak memelas lagi. Pancaran matanya penuh semangat. Sangat yakin pada dagangannya. Lancar bicaranya, sulit disela.

“Oh itu. Saya sudah punya, Mas,” kata saya.

“Nanti dulu, Pak. Bapak beli di mana? Berapa harganya? Bagaimana kualitasnya?”

Saya bilang dapat dari Glodok, saya punya pemasok sendiri. Harganya sekian (“Segitu? Kemahalan tuh, Pak!”). Kapasitasnya sekian (“Ah masa sih sampe segitu Pak?”). Dan saya nggak akan pakai barang macam itu lagi.

“Tapi Pak, Bapak bisa kasih tahu saudara atau kenalan untuk pakai ini. Cobalah, Pak!”

“Nggak, Mas. Terima kasih. Maaf ya Mas…”

“Betul, Pak. Nggak ada salahnya… anu anu anu anu.”

“Maaf, Mas. Nggak…”

“Iya lho, Pak. Anu anu anu anu anu anu anu. Mumpung lho, Pak. Mari, Pak. Silakan…”

Saya lupa dia nyerocos apa saja. Istri saya yang sedari tadi, sepulang kerja, berdiri di belakang anak muda itu, hanya tersenyum.

“Sudahlah, Mas. Saya ini instalatir.”

“Oh gitu ya, Pak? Permisi! Mari! Terima kasih atas waktunya!”

Dia bergegas. Dalam sekejap menghilang di tikungan.

NB:
Sejak kapan sih saya jadi instalatir apalagi anggota AKLI? Ya sejak besok. Tepatnya: besoknya orang Jawa.

© Ilustrasi: tesladownunder.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *