
Butuh berapa detik bagi Anda untuk memahami larangan dalam papan merah di atas? Dari sisi visual bagus sih, latar teks adalah merah, lebih mencolok. Bandingkan dengan papan putih berteks hitam, tak langsung menampar mata.

Teks pada papan larangan, berupa kalimat panjang namun dalam huruf kapital itu melelahkan mata. Kalau untuk teks berpendek kata, huruf kapital cocok. Seperti tulisan pada papan bak tandon di taman bekas Pasar Demangan, Yogyakarta, yang kini menjadi taman di depan perempatan.
Larangan dipasang pada tempat yang melarang itu tepat, agar orang tahu. Demikian prinsip hukumnya. Yang menjadi soal adalah papan larangannya, mudah dibaca dan dicerna atau tidak.
Saya pernah menulis masalah ini dan membuat usulan dengan contoh yang menurut saya lebih mudah dipahami. Saat itu saya merujuk papan larangan di bawah tiang kabel saluran udara tegangan ekstratinggi (sutet) milik PLN. Dasar hukum larangan cukup dalam teks kecil karena berupa teks panjang.
Untuk papan larangan di Yogyakarta ini apakah Anda punya usul dalam penyusunan teks?



4 Comments
Kalau ditulis “BERBAHAYA” atau “DILARANG” saja, bisakah? Tambah gambar tengkorak, mungkin? 😅 Keterangan tambahan opsional, bukan huruf besar gakpapa.
Apa boleh buat, Bang Paman. Bahasa Indonesia memang kurang praktis, panjang, bertele-tele, penuh basa-basi, dan sebagainya dan seterusnya 🙈
Dilarang apa, Mbak?
Kalo itu menyangkut keselamatan mungkin kata “berbahaya” cukup 😇
Keterangan bisa apa saja, Bang Paman, cukup huruf kecil. Maksud saya, penekanannya pada kata “DILARANG” itu, semacam “WARNING” atau “VERBODEN”
Oh ya, Mbak Mpok. Sepakat. Mari bersalaman 😇