Terlalu banyak berita seputar ekonomi dan politik yang menjadikan kita masygul. Seputar makan bergizi gratis (MBG) misalnya. Sejumlah pengusaha jasa juga belum dibayar. Bahkan ada yang urusannya selain diberkaskan perdata juga pidana (¬ Bisnis Indonesia).
Melihat foto berita di halaman depan Kompas hari ini (Rabu, 16/4/2025) saya terkesan. Hanya satu foto dengan 5W+1H, sehingga disebut foto berita, hasil jepretan mutakhir, bukan foto arsip, bagi saya foto ini adalah jeda kontemplatif di tengah arus warta yang membuat gundah.
Judul foto itu “Dapur MBG di Kalibata Berhenti Beroperasi”. Adapun kapsinya menuturkan:
Suasana dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kalibata, Jakarta, yang berhenti beroperasi sejak pertengahan Maret, terlihat pada Selasa (15/4/2025). Dapur MBG ini terpaksa berhenti karena tidak memiliki dana operasional. Mereka telah menghabiskan biaya untuk penyiapan tempat hingga sajian dengan total nilai Rp 950 juta.
Banyak pilihan dalam menyajikan foto jurnalistik. Foto ini bukan tentang monumen, karena baru berlangsung, bukan sebuah pengabadian, karena hanya berupa dapur sepi.
Tanpa kehadiran sosok perempuan yang berjalan ke arah lensa, foto ini hanya berisi benda mati. Ya, benda mati, tak ada nyala api gas, tanpa tangan sedang menangani masakan yang memancarkan kehidupan, namun semoga bukan pertanda matinya sebuah usaha.
Ketika percakapan politik tanpa sungkan menyebut nd**mu, karena dicontohkan tanpa malu dari pemimpin, layakkah umpatan Jawa “MBG dhapurmu!” terungkapkan? Tentu tidak. Itu sama saja misuh kepada pengusaha katering.
Dhapur, yang dalam KBBI adalah dapur, dalam bahasa Jawa bisa berarti pawon, sosok dan sifat suatu benda (misalnya keris dan bangunan), serta praèn (rupa, tampang). “Dhapurmu!” dalam ungkapan Jakarta adalah “muké lu!”.
2 Comments
Padahal kalau memang prioritasnya anak-anak, mending duitnya dikasihkan ke ortu masing-masing, atau buat subsidi kantin sekolah yang menunya dipantau ortu ya, Bang Paman
Dan harus selektif.
Mosok anak-anak dari keluarga gak miskin juga dapat makan gratis.
Anak Papua di pegunungan hebat, mereka bilang mama mereka bisa kasih makan dari bahan di hutan. Mereka minta pendidikan gratis bagus.