Angin kencang membawa beraneka sampah kering ke carport saya, dari plastik camilan, kertas, daun kering, sampai sekuntum bugenvil layu. Saya pungut bugenvil jambon itu.
Bunga satu itu belum kering. Tetapi saya jatuh hati, ingin menjadikannya sebagai pembatas halaman buku. Ini kebiasaan wagu saya, bisa menjadikan lembaran tipis apa pun sebagai bookmark. Bungkus teh celup pun bisa jadi pembatas.
Seperti pernah saya sebut, alasan saya menyelipkan pembatas halaman adalah agar tak perlu melipat ujung kertas. Menengkurapkan buku terbuka saya juga tak suka karena bisa merusak jilidan.
Dulu, waktu masih muda, saya kadang tak memasang pembahasan halaman. Kenapa? Setelah menghentikan baca dan menutup buku saya ingat nomor halaman dan kata terakhir pada baris terbawah. Seiring perjalanan usia, daya ingat saya memudar. Bahkan dari hari ke hari kian banyak hal tak saya ingat.
Mungkin saya sakit ingatan.
4 Comments
Menarik.. Saya jarang menggunakan pembatas buku, lebih memilih melipatnya dengan posisi ujung sudut halaman menunjuk ke paragraf terakhir yang saya baca.
Di sisi lain beberapa penerbit memberikan bonus pembatas buku berbahan kertas tebal (ivory?). Saya jarang menggunakan pembatas jenis ini karena cenderung jatuh dari selipan halaman-halaman buku.
Tiap orang punya cara, termasuk soal dog’s ear. Dulu Njenengan pernah komen begitu juga 🙏
Pembatas buku dari penerbit kadang memanfaatkan waste atau sisa bidang cetak sampul buku
Pembatas halaman buku.
Andai saya seperti Paman, masih sering dan suka membaca buku….
Lho kok berandai-andai 😇