Saya temukan foto jepretan Desember 2024 dalam folder pemuat hasil pengecilan gambar. Tertulis nama musala itu: Langgar Djajaredja. Saya ingat langgar panggung itu berdiri di halaman sebuah kedai bertema Betawi, di antara Kramatjati dan Condet, Jaktim.
Pondok 47 nama kedai itu. Di sana saya terkesan oleh mural jagoan Betawi dikeroyok dan halaman luas dengan bangunan menjorok ke dalam yang melemparkan saya ke khayalan masa kecil.
Nama musala itu menggunakan kata langgar, seperti di Jateng dan Jatim dulu. Di Jakarta memang dulu kata langgar itu umum. Maka ada nama Gang Langgar. Saya ingat abad lalu ketika awal di Jakarta, menelepon Mas Dawam Rahardjo, cendekiawan Muslim penulis buku Anjing yang Masuk Surga, untuk minta waktu mewawancarai. Dia memberi arahan, “Masuk gang, arah langgar…”
Kebetulan saat ini Ramadan menuju usai, dan saya temukan foto langgar. Misalnya pun saya menemukannya di luar bulan puasa, juga akan saya poskan di blog. Menjelang Ramadan kemarin kebetulan saya menaikkan foto langgar bertema arsitektur tropis berterakota.
- Adakah Gang Langgar di area Anda?: Saya tak tahu apakah sebutan langgar masih dipakai selain musala. Dulu setahu saya langgar berupa rumah panggung kayu, terpisah dari rumah induk.
- Pengingat salat dan ihwal ejaan: Mengapa KBBI menyebut “muslim” dengan “m” kecil? Padahal kamus bahasa Inggris dan lainnya menulis dengan “M” kapital.