Ada 1,96 juta kasus epilepsi di Indonesia, tapi jumlah dokter saraf sedikit

Ternyata 50 persen kasus epilepsi tak diketahui penyebabnya. Namun orang epilepsi terkena stigma dan diskriminasi.

▒ Lama baca < 1 menit

Masalah epilepsi di Indonesia - Kompas — Blogombal.com

Maaf judul pos ini terlalu menyederhanakan masalah. Jika menilik rasio dokter saraf dalam masyarakat di Indonesia yang 1:115.967, karena hanya ada 2.361 dokter, kita juga harus mengingat kondisi geografis negeri dengan 17.380 pulau, ketersediaan fasilitas kesehatan yang terjangkau, dan seterusnya.

Secara ekstrem, dari sisi rasio, Indonesia kalah dari Singapura (1:40.701) dan Brunei (1:74.000).

Judoka Olimpiade Krisna Bayu yang mengidap epilepsi - Kompas — Blogombal.com

Selanjutnya untuk masalah epilepsi di Indonesia, sila lihat infografik yang saya comot dari Kompas. Koran ini kerap membahas epilepsi (ayan, sawan). Yang terbaru, menyambut Hari Epilepsi Sedunia (26 Maret), Kompas menaikkan laporan bertajuk “Orang dengan Epilepsi Hidup dalam Bayang-bayang” (Rabu, 19/3/2025).

Masalah epilepsi di Indonesia - Kompas — Blogombal.com

Tentang 313.901 orang dengan epilepsi yang mengakses Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dokter spesialis neurologi subspesialis epilepsi dan neuro-fisiologis Fitri Octaviana, dari Departemen Neurologi FK UI -RSCM Jakarta, berujar:

“Seperti iceberg, fenomena gunung es. Kasus yang terlihat sekarang itu yang datang ke dokter. Namun, di balik itu banyak yang tidak terlihat.”

Masalah epilepsi di Indonesia - Kompas — Blogombal.com

Menurut dokter spesialis saraf Irawaty Hawari, Ketua Yayasan Epilepsi Indonesia :

“Stigma dan mitos-mitos mengenai epilepsi yang membuat orang dengan epilepsi mendapatkan diskriminasi. Padahal, epilepsi bisa diatasi. Epilepsi bisa dikontrol sama seperti penyakit kronis lain, seperti diabetes dan hipertensi, yang bisa dikontrol dengan obat.”

Infografik tip menolong orang epilepsi — Blogombal.com

Hal itu pun dengan catatan dari Irawaty:

“Obat-obat generik untuk epilepsi yang ditanggung BPJS Kesehatan sering kosong. Kenyataannya, jika ada satu obat yang kosong kemudian diminta untuk mengganti dengan obat lainnya. Itu, kan, tidak bisa seperti itu seharusnya. Bukannya terkontrol malah nanti terjadi kejang.”

View this post on Instagram

A post shared by RSUP H Adam Malik (@rsupham)

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, mengatakan epilepsi memang belum menjadi program khusus di kementerian. Menurut dia:

“Kalaupun (program epilepsi) ada, kegiatannya lebih ke arah edukasi, preventif, dan promotif yang bekerja sama dengan organisasi profesi, tenaga kesehatan, dan tenaga medis, atau pihak lainnya.”

Sedangkan Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengakui, persebaran klaim layanan epilepsi tak merata. Hal itu disebabkan ketimpangan akses dan ketersediaan layanan kesehatan di sejumlah daerah.

Stigma dan diskriminasi untuk orang ayan — Blogombal.com

Dalam laporan lain, Kompas hari ini merujuk data WHO: ada 50 juta orang penderita epilepsi di dunia, sehingga epilepsi disebut sebagai penyakit neurologis paling umum di dunia. Namun dalam pemantauan WHO, 50 persen kasus epilepsi di seluruh dunia belum diketahui penyebabnya.

Tinggalkan Balasan