THR yang antara resmi dan tak resmi

Setahun sekali saja kok. Tahun 2030 nanti ada dua kali Idulfitri. Bersyukurlah karyawan yang dapat THR Lebaran dan Natal.

▒ Lama baca < 1 menit

Ayo, bayar THR dong — Blogombal.com

Wajar jika di kantor kita menghimpun urunan untuk opisboi dan drèper (driver). Selain THR kolektif kadang juga pribadi, berupa uang maupun barang. Demikian pula terhadap tenaga klining serpis yang merupakan tenaga alih daya. Memang dari perusahaannya mereka sudah beroleh THR tetapi apa salahnya sebagai bentuk terima kasih kita juga memberi.

Di tempat saya, tim petugas truk sampah juga memperoleh sekadarnya dari setiap rumah dalam satu RW. Sesuai kerelaan. Begitu pun satpam yang dikoordinasikan oleh RW. Untuk perumahan yang menggunakan satpam alih daya, mungkin juga sama.

View this post on Instagram

A post shared by JAKARTA BARAT VIRAL (@jakbarviral)

Untunglah di tempat saya tak ada surat edaran dari pihak yang yang jarang atau bahkan tak pernah berurusan dengan warga. Laporan di media sosial ada saja edaran minta THR. Malah ada yang mematok harga. Ada yang atas nama RW, ada yang dari ormas. Dulu pernah ramai edaran minta THR dari ormas preman galak.

Di tempat saya dulu ada saja orang ngider, bukan warga sekitar, membawa map minta THR. Mereka mengatasnamakan yayasan entah-berentah, termasuk veteran dan panti asuhan. Biasanya saya persilakan ke Ketua RT.

Kalau alot, mereka saya persilakan ke kantor kelurahan. Cukup itu, misalnya terjadi sekarang tak perlu saya jawab, “Langsung ke Kang Dedi Mulyadi aja, Pak.” KDM dikenal suka bantu-bantu, tetapi kalau uang disalahgunakan akan dia persoalkan.

Kenapa takkan saya lakukan? Supaya tak dijawab, “Lah ini saya sudah dapat restu dari Kang Dedi!” Artinya juga, saya tak perlu cari masalah dengan berkelit, “Silakan hubungi wapres.” Kalau dia ke Kafe Wapres, Bulungan, Jaksel, mungkin akan diajak buka puasa.

Ayo, bayar THR dong — Blogombal.com

Di kantor sebelum yang terakhir, pernah menjelang Lebaran datang lima pemuda berjubah dan berkopiah langsung menyapa saya melalui jendela, “Halo, Bos! Biasa, mau Lebaran nih!”

Dari bahasa tubuh dan tutur katanya, kelima orang itu tidak layak mengatasnamakan kelompok keagamaan. Gayanya tak santun, tanpa mengucapkan asalamualaikum.

Permintaan THR paling lucu saya terima dari loper koran. Dia membuat sendiri tanpa setahu agen koran. Maka saya konfirmasikan hal itu ke juragannya. Dia melarang saya memberikan.

Dalam perkara THR, saya bersyukur pernah 17 tahun bekerja di perusahaan yang memberikan THR Lebaran dan THR Natal. Maka dulu saat Lebaran saya bisa berbagi THR.

Ayo, bayar THR dong — Blogombal.com

2 Comments

Junianto Sabtu 15 Maret 2025 ~ 11.46 Reply

Dahulu kala, sebelum PT KAI dibenahi Pak Jonan, para penumpang gelap sepur Jakarta-Solo PP leluasa naik tanpa karcis karena menyuap kondektur, saban jelang lebaran para penumpang gelap itu urunan untuk THR beberapa kondektur.

Oya para penumpang gelap tersebut, kala itu, populer dengan sebutan kelompok PJKA : Pulang Jumat (dari Jakarta) kembali Ahad (ke Jakarta)….

Pemilik Blog Sabtu 15 Maret 2025 ~ 12.18 Reply

Ada juga SDSB: saben dina setu balik. Cuma tanya Kanjeng Mio 😂🙈

Tinggalkan Balasan