Gerilya perang tembakau

Perang tembakau diisi perang wacana. Medsos menjadi medan tempur propaganda.

▒ Lama baca 2 menit

Gerilya perang tembakau — Blogombal.com

Beberapa kali saya jumpai iklan cuitan akun (@InovasiTembakau; ini situs webnya) di X. Arahnya adalah kampanye vape, produk alternatif untuk hasil tembakau. Sebagai iklan itu sah dan wajar, karena pelantar X memang menyedihkan fasilitas itu. Blog ini pun kalau ma(mp)u juga boleh beriklan, lalu cuitan menyela topik cuitan dan utas di tempat lain.

Apa yang terjadi di medsos dalam perang wacana tembakau ini bukan hal baru, sudah berlangsung sepuluh tahun lebih, dengan mengerahkan pendukung. Dulu ada pengemukaan wacana rokok kretek sebagai khazanah Nusantara. Kubu antitembakau sering memaparkan hasil riset kesehatan dan masalah sosial ekonomi dalam konsumsi rokok.

Dari kubu pro-tembakau, saya melihat kecanggihan komunikasi korporat Philip Morris International (PMI), raksasa industrial produk hasil tembakau yang punya reputasi komunikasi dalam kompetisi seni rupa kontemporer. Contoh kelihaian mengemas pesan kehumasan dapat Anda lihat dari isi arsip CNBC Indonesia (¬ “Pesan Bos Marlboro…”, Desember 2024).

Gerilya perang tembakau — Blogombal.com

Bacalah dengan saksama berita tersebut sampai selesai. Secara halus dan bertahap konten dari siaran pers PMI tersebut menyugesti rokok elektrik dan sejenisnya sebagai alternatif, dimulai dari pengakuan bahwa merokok itu tidak sehat. Jika Anda tidak merokok jangan mulai / If you don’t smoke, don’t start. Jika Anda merokok, berhentilah / If you smoke, quit. Jika Anda tidak berhenti, berubahlah / If you don’t quit, change.

Lihat pula artikel “Induk HMSP Gandeng 1.500 Ilmuwan…” (¬ CNBC Indonesia, Desember 2024). Tersebutkan di sana, “[…] perusahaan telah berinvestasi belasan miliar dolar dan mempekerjakan 1.500 peneliti dan ilmuwan dalam pengembangan produk tembakau bebas asap.” Unsur judul berupa “1.500 ilmuwan cari solusi” memberi citra positif, ada kesan ilmiah dan bertanggung jawab dalam isu kesehatan.

Apakah pengemasan pesan itu salah? Menurut saya tidak. Rokok resmi dan turunannya bukanlah produk ilegal, namun cara mengonsumsi harus dibatasi dan dikendalikan. Pelanggaran aturan berarti melanggar hukum, bisa dipidana.

Perang tembakau tampaknya akan lama. Sejumlah kemenangan kubu antitembakau akhirnya membuat masyarakat terbiasa. Berapa banyak penggemar F1 yang ingat logo Marlboro, Ligier Gitanes, Lucky Strike, Camel, dan juga tim BAT yang akhirnya membuang kata “tobacco”? Memang sih, Vype dan kemudahan Vuse bisa masuk.

Perang tembakau juga berlangsung melalui jalur tertutup, terutama dari kalangan industri, misalnya dengan lobi. Untuk Indonesia, isu ketenagakerjaan pabrik rokok dan kesejahteraan petani tembakau termasuk jurus ampuh. Namun kubu antitembakau, misalnya Bloomberg Philanthropies, pun tidak menyerah. Demikian pula Pro Tobacco Control Indonesia.

Banyak kembang cerita seputar perang tembakau. Anda ingat hilangnya sebuah pasal tentang tembakau dalam RUU Kesehatan yang sudah sudah disahkan DPR? Setibanya naskah di Setneg baru ketahuan ada pasal raib (¬ Hukumonline, 2009).

Selama pembahasan di DPR, di tribune ada tim kecil memetakan sentimen setiap anggota dewan yang berbicara. Bagi saya hal ini bukan soal, karena sidang terbuka di parlemen memang boleh dipantau. Untuk klien yang bagaimana dan demi kepentingan apa tim itu memetakan, entahlah.

Dalam isu perang tembakau saya berusaha netral, sehingga pada sejumlah pos saya menerakan disklaimer.

Tinggalkan Balasan