Lima menit setelah waktu berjalan meninggalkan pukul tujuh lebih sebelas, tak ada pemandangan seperti dalam foto ini. Setelah aku membekukan pagi dalam gambar, langit pun berawan, angin mengembus bertambah daya. Misalnya selewat lima menit itu aku memotret pintu pagar dan dinding pembatas kaveling ini takkan menghadirkan kontras tajam lagi.
Tadi, setelah menutup pintu pagar, karena anak bungsu dan istriku berangkat untuk untuk merambati jalan yang disesaki mobil dan motor, aku terodorong untuk memotret dengan ponsel. Mumpung yang terpapar cahaya masih tampak kontras karena sinar mentari bebas menerabas bidang beratap nan tak kebal tempias.
Selalu ada yang berubah dalam perjalanan waktu. Dari detik ke detik dan rentang jarak antartitik waktu konstan yang lebih panjang: setelah detik ke detik, lalu menit ke menit, jam ke jam, dan seterusnya yang intervalnya sering kita abaikan karena diri kita bukanlah mesin pencatat.
Kita mengatakan menjalani hidup apa adanya, dengan dalih biarkan semuanya mengalir, apakah demikian kenyataannya? Kita punya kesadaran ruang dan waktu β serta masalah. Mungkin cara kita menyerap keadaan sekitar serta perjalanan masa berbeda dari ayam hutan, atau satwa lain misalnya luwak liar yang tak dikandangkan demi mitos biji kopi.
Ayam dan luwak tak pernah bercerita. Kita bisa bercerita tentang keteraturan jam bangun pagi, sarapan, makan siang, dan makan malam, lalu berangkat tidur, seakan jadwal telah melekat dalam benak lalu tubuh mengikuti perintah. Lalu kita menghindari perbantahan itu semua naluri yang melekat ataukah hasil pembentukan pola harian.
Ayam dan luwak tak pernah bercerita tentang insomnia, pada hal mungkin mereka mengalami karena suasana lingkungan berubah, dari suara bising di luar keseharian, gerhana matahari total, hingga gempa bumi.
Dari impuls iseng untuk membekukan ketampakan pagi pada tembok dan pintu pagar dalam gambar, ada kesempatan bagiku untuk merenung tentang diri dalam perjalanan waktu: cepat atau lambat itu soal persepsi, namun yang pasti kita tak dapat menghentikannya. Kau pasti juga pernah. Bahkan saat duduk di atas kloset.
Hmmm, aku beruntung punya ponsel. Bisa memotret dan menulis ini dengan ponsel, yang bagimu mungkin tak jelas apa maksudnya. Bukankah tak selamanya kita dapat memahami orang lain dan apa pun di luar diri kita, bahkan juga tentang diri kita?
2 Comments
Tempo hari ada luwak yang mau mukbang di pohon jambu depan rumah. Baru ambil hape buat moto, eh ia sudah hilang meninggalkan aroma pandan :D
Luwak memang pemalu. Titip salam untuk bau pandanππ