Ada kata yang menarik perhatian saya saat membaca majalah Tempo tentang fine dining murah bahkan ada yang di kaki lima: pak. Saya menduga kata itu merupakan serapan Indonesia untuk pax. Lumrahnya sih ditulis “per pax” atau “/pax”.
Dalam laporan Tempo tak ada “per pak”. Namun untuk paragraf lain terdapat “per orang”. Misalnya kalimat “Set menunya dihargai Rp99 ribu per orang” saat membahas Sisilia Street Dining, Kelapa Gading, Jakut.
Saya menduga “pak” versi Tempo sebagai “pax” karena berpijak pada konteks tuturan. Tak mungkin bersantap malam ala menak di Pracimasana, Pura Mangkunegaran, Surakarta, Jateng, dalam kemasan “pak” yang berarti nasi berlauk dalam kotak kardus. Orang bilang “nasi kotak”, sedikit lebih berkelas ketimbang “nasi bungkus”.
Istilah pax — lengkapnya: per pax — dalam bisnis kuliner, sebagai penyebutan untuk per orang, muncul dalam bahasa Inggris pada 1960-an. Pelbagai rujukan menyebutkan, mulanya istilah pax dipakai oleh bagian tiket dalam industri penerbangan untuk satuan passenger (penumpang), kadang disingkat “px”.
Kemudian penerapan istilah melebar ke hotel dan restoran. Saya pernah mendapatkan laman rujukan nan sahih namun belum saya temukan saat menuliskan ini.
Lalu? Kembali ke liputan Tempo. Saya belum mendapatkan padanan Indonesia untuk fine dining. Kalau misalnya adibujana atau andrawina rasanya lebih berkesan pesta, diikuti banyak orang atas nama sebuah acara.
Wikipedia Indonesia menyodorkan dua istilah sederhana: makan mewah dan santap mewah. Namun bagi saya, dari rasa bahasa kata “makan” terlalu generik, kurang mewakili sesuatu yang sophisticated — maksud saya canggih.
Soal lain, dalam tulisan tersebut Tempo mempertahankan istilah steak, yang tersebutkan sepuluh kali secara kursif, bukan “steik”, padahal majalah tersebut termasuk tertib dalam berbahasa.
Kalau serapan Indonesia untuk chef apa? Sef? Syef? Atau malah cef?
One Comment
Kalau kelas kedai istri saya dine in alias ngiras.😁