Satu per satu lembar notes karton berjilid cincin itu digeser. Ada saja yang menceritakan sisi kelam Jokowi, bahkan keluarganya, setelah Mahkamah Konstitusi membuka jalan bagi Gibran Rakabuming, putra Jokowi, untuk maju sebagai cawapres bagi Prabowo Subianto.
Cerita itu justru datang dari (bekas) pendukung Jokowi. Kisah terbaru dari Agus Rahardjo, eks ketua KPK, bahwa Jokowi pernah menghardiknya untuk menghentikan penyidikan komisi terhadap Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus e-KTP.
Agus menyatakannya kepada angkur Kompas TV Rosanna Silalahi (30/11/2023). Kenapa dulu Agus tak mengungkapkannya? Karena dia pendukung Jokowi.
Sebelumnya (29/11/2023), video Kompas.com menayangkan F.X. Hadi “Rudy” Rudyatmo, Ketua DPC PDIP Solo dan bekas wali kota Solo, yang menceritakan sikap Iriana Jokowi. Jangankan menghargai Megawati Soekarnoputri yang telah membesarkan Jokowi sebagai petugas partai, karena terhadap ibu mertuanya sendiri, yakni ibunda Jokowi, pun saat beliau meninggal Iriana tak melayat.
Untuk soal pertama, biarlah Jokowi sendiri yang membantah, sama seperti dulu ketika dia dituduh sebagai anggota PKI.
Untuk soal kedua, boleh ditanggapi boleh tidak karena ini urusan internal keluarga, yang tiada pertautan dengan ranah publik. Gibran sudah meminta wartawan tak usah mengurusi gosip.
Lalu bagaimana dengan laporan Tempo tentang peran Iriana dalam pencawapresan Gibran, ini urusan keluarga Jokowi ataukah publik? Beda orang beda pendapat. Pihak yang jengah menganggap itu urusan domestik keluarga Solo. Soal latar belakang Gibran maju cawapres tak usah diselisik. Lebih wigati implikasi politis langkah Gibran daripada cerita latar hasil investigasi.
Adapun kalangan yang menenggang berita itu menilai manuver Iriana berkelindan dengan kepentingan publik karena berujung ke putusan MK yang dipimpin adik ipar Jokowi, Anwar Usman.
Tak terelakkan, untuk melengkapi konteks sebuah kasus maka media mewarnai laporannya dengan unsur minat insani. Dulu sebuah majalah berita pernah mengutip kalangan keluarga kiai ternama bahwa mereka sungkan untuk menegur sang tokoh karena menjaga perasaan ibunya.
Setelah sang ibunda berpulang, paman si tokoh bisa terang-terangan berbeda pendapat dengan kemenakannya. Kemudian ada tajuk berita “Setelah Mbakyu Tiada”.
Bagaimana soal Iriana di balik langkah politik Gibran dan perannya dalam keluarga dirinya maupun Jokowi?
Mas Peneliti teman saya, pendukung pol Jokowi, namun kecewa parah tatkala Gibran dan Bobby Nasution maju pilwali, dan menang, karena mengabaikan etika politik, kepada saya mengomentari laporan Tempo itu “jurnalisme bias gender”.
Dia menduga itu warisan cara pandang Jawa bahwa perempuan selalu salah, “Dari zaman Bu Tien, Bu Any.”
¬ Gambar praolah: BPMI Setpres
3 Comments
Tentang pernyataan Mas Rudy (saya biasa manggil dia begitu) bahwa Iriana tak melayat ibu mertuanya/ibunda Jokowi, saya menemukan foto ini :https://medan.tribunnews.com/2023/12/01/benarkah-iriana-tak-melayat-mertuanya-berikut-potret-iriana-dan-jokowi-saat-antar-jenazah-ibunda
Soal siapa yang berkerudung dan bermasker, hanya keluarga Jokowi yang dpt menjelaskan.
Di video sebelum yang bikin ramai tapi belum saya temukan, Rudy nggak bilang bhw Iriana tidak melayat, melainkan tidak hadir di rumah duka. Lalu Rudy mencari dalih bhw Iriana sakit.
Tapi lagi-lagi itu masalah domestik keluarga Jokowi. 🙏
Seorang kawan saya, yang dahulu kala memuja Jokowi tapi sekarang tak lagi memuja, berkomentar begini soal foto Iriana melayat yang ada di media :
Koq nganggo masker …. Ora ketok aslinya.
Komentar kawan saya tentang pernyataan Mas Rudy : Perlu dicatat Rudy yg nemanin Jkwi nungguin jenazah ibundanya seharian … Dalam suasana covid yg datang terbatas, jd tahu yg datang siapa yg tidak siapa. Jadi dia ngomong tidak asal ngomong.
Kawan lain saya (yang dulu mendukung Jokowi tapi sekarang mendukung Ganjar) berkomentar begini tentang foto Iriana melayat : mungkin kuwi palsu. Iso lho, wong nganggo masker.
Saya tidak mau berdebat dengan dua kawan di Solo dan Yogya tersebut. Saya sependapat dengan Paman, itu ranah pribadi keluarga Joko Widodo.