Kalau dia pesan patung buat di rumah ya silakan. Itu serupa pesan foto dan lukisan potret atau malah kartun.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Menyoal patung Jokowi untuk monumen di Karo, Sumut

“Jokowi itu piyé to, Kam? Wis ngerti kalo orang lagi sebel kok malah nggak nolak dibikin patung buat monumen di Karo,” Tejo Galundheng nggerundel.

Kamso menanggapi, “Sik, sik. Rencana bikin patung kan sebelum kasus Gibran lho, Mas.”

“Ya mestinya nolak to…”

“Patung Jokowi juga ada di Mandalika, lagi naik motor. Di Timor juga ada. Malah warga bikin ritual di depan patung, prihatin karena langkah Gibran bisa merusak nama bapaknya.”

“Miturut situ piyé, Kam?”

“Yang di Karo dan Timor mungkin berkaitan sama adat. Nggak tau aku. Tapi Jokowi bisa nolak sih, misalnya nanti aja patungnya setelah saya nggak jadi presiden atau setelah saya kembali ke Sang Khalik…”

“Nah! Yang di Mandalika mestinya juga dia tolak, Kam! Apa bener itu pesenan PUPR? Yang bayar siapa?”

“Embuh. Kalo yang mau dibikin di Ukraina dan udah dipajang di Madame Tussauds kan bareng tokoh lain.”

“Hmmm, intinya jangan sendirian, gitu Kam?”

“Eh, nanti dulu. Jokowi kalo mau pesen patung torso buat dipajang di dalam rumah, artinya privat, juga boleh. Itu nggak beda dari dia pesen foto keluarga dan lukisan potret dirinya atau minta dibikin kartun. Kalo kartun yang pemberian mungkin termasuk gratifikasi, buat museum negara, Mas.”

“Ah embuh! Situ ngelantur, bikin bingung. Aku nyesel ndukung Jokowi!”

“Maka terpujilah para haters Jokowi. Nggak perlu nyesel. Kalo Bowo dulu termasuk hater yang insyaf apa bukan, aku nggak tau Mas. Hehehe…”

¬ Gambar praolah: hak cipta belum diketahui

3 thoughts on “Menyoal patung Jokowi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *